Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Skenario Koalisi dan Pasangannya

Loading

Oleh. : Adlan Daie

Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

INDRAMAYU (IndependensI.com) –Kemungkinan koalisi Partai Golkar dan PDIP dalam kontestasi Pilkada Indramayu tahun 2020 sebagaimana dilansir sejumlah media online dengan varian komentar turunannya mengingatkan penulis pada sosok Benedict Anderson, pakar politik Corneel University, penulis buku “Imagined Communities“(1983), sebuah buku restrospektif membayangkan skenario lahirnya bangsa Indonesia.

Power pointnya bayangan koalisi Partai Golkar dan PDIP diatas adalah kemungkinan yang dibayangkan terjadi karena politik secara umum mengikuti definisi Otto Van Bismock, politisi Jerman bersatu abad ke -20 “The act of the posibble, the act of the next best” , seni mengelola kemungkinan untuk masa depan lebih baik.

Info terakhir kompromi Airlangga Hartarto- Bambang Soesatyo, dua elite DPP Partai Golkar yang berseteru di Munas Partai Golkar baru-baru ini, telah sepakat memajukan Daniel Muttaqien Syafiudin (DMS) sebagai bakal calon bupati dari partai Golkar dengan skenario koalisi bersama PDIP yang mensyaratkan kader PDIP dalam proporsi posisi bakal calon wakil bupati.

Problem inilah yang dihadapi Partai Golkar di mana H. Yance, tokoh Partai Golkar paling berpengaruh di Indramayu membatasi koalisi dari sisi koalisi partai. Di sisi paket calon tetap dalam desain tunggal politiknya. Problem yang relatif mirip tahun 2015 saat DPP Partai Golkar memaksakan paket calon lain ditolak dengan mengambil sekoci politik koalisi Gerindra, Demokrat dan PKS untuk tetap mengusung paket pasangan Hj.Ana-Supendi (ANDI) yang didesain sepenuhnya oleh H. Yance.

Jika skenario di atas gagal mencapai titik kompromistis, kemungkinan skenario politik dalam bayangan imajinasi politik penulis :

Pertama, partai Golkar akan merekrut calon dari luar kader partai Golkar Indramayu, tentu dengan preferensi tingkat elektabilitas calon berbasis survey lembaga independen dan diterima dalam format koalisi dengan PDIP. Di sini H. Juhadi Muhamad, H.Rasta Wiguna, Toto Sucartono memiliki kemungkinan peluang yang sama untuk diusung Partai Golkar dengan deal dan konsesi tambal sulam politik lazimnya adat istiadat politik pragmatis.

Kader Partai Golkar Indramayu seperti Taufik Hidayat (Plt Bupati), Saefudin (Ketua DPRD) dan lain-lain tidak diakomodasi dalam analisis ini terkait problem dominasi psikologis H.Yance yang sangat berpengaruh terhadap mereka yang tidak happy dengan skenario koalisi dengan paket calon diluar desain politiknya

Kedua, H.Yance membangun koalisi baru di luar Partai Golkar dan PDIP sebagaimana pernah dilakukannya dalam Pilkada Indramayu 2015, lima tahun silam, saat mengusung pasangan ANDI tidak lewat Partai Golkar melainkan koalisi Gerindra, Demokrat dan PKS dan secara update H.Yance mampu menyatukan koalisi ini saat memuluskanTaufik Hidayat menjadi Wakil Bupati Indramayu (kini, Plt Bupati)

Paket yang diusung dengan kemungkinan skenario tegas adalah paket DMS-Kh Satori, Ketua MUI Indramayu, atau skenario moderat paket H. Dedi Wahidi dengan opsi Kh Satori atau Taufiq Hidayat dalam posisi wakil bupati. Akomudasi H.Dedi Wahidi sebagai calon bupati dalam konteks tulisan ini adalah sisi moderat pilihan politik H.Yance atas ketokohan H.Dedi Wahidi dan pertimbangan jalinan persahabatan yang terjaga baik pasca keduanya berpasangan menjabat Bupati dan Wakil Bupati Indramayu periode 2000-2005.

Pertimbangan lain dimunculkannya H. Dedi Wahidi dalam perspektif imajinasi politik penulis adalah membludaknya aspirasi yang berkembang kuat di kalangan para pensiunan dan birokrat dalam berbagai pertemuan meskipun hingga saat ini H. Dedi Wahidi kukuh tidak berminat maju dalam kontestasi Pilkada Indramayu tahun 2020 dengan pertimbangan kearifan-kearifan politiknya.

Dalam perspektif di atas itulah, kematangan dan kedewasaan warga nahdliyyin Indramayu diuji dengan kemungkinan kontestasi pilkada Indramayu tahun 2020 bersifat head to head antara sesama kader Nahdlatul Ulama (NU). Sebuah kontestasi yang sesungguhnya sangat lumrah terjadi sebagaimana kontestasi antara Saefullah Yusuf dan Khafifah Indar Parawangsa, sesama kader NU, dalam kontestasi Pilkada Jawa Timur 2018.

Tanggung jawab kita bersama untuk menghindari saling lempar ujaran kebencian (hate speech), saling berkomentar dengan gaya pongah dan angkuh serta pembingkaian narasi bersifat stigmatik yang mengganggu martabat sesama kader NU, bahkan di luar kader NU sekalipun. Momentum kasus OTT KPK hendaknya menjadi benefit dan keuntungan bagi NU Indramayu untuk merebut secara konstitusional kepemimpinan Indramayu tahun 2020, tentu dengan jalan sunnatullah dan ikhtiari yang bercabang, merangkak, mendaki dan berliku untuk bertemu dalam terminal maslahat bagi umat dan rakyat Indramayu.

Semoga bermanfaat.