Tanggapan Terhadap Artikel KPK “New Normal”

Loading

Oleh : Abdul Fickar Hadjar
Independensi.com – Masa pandemi corvid19 melahirkan langkah KPK yang sepi Operasi Tangkap Tangan (OTT)  dan jika kemudian ada OTT dilimpahkannya kepada lembaga lain. Realitas ini melahirkan pertanyaan mungkinkah ini wajah baru dalam penampilan “NEW NORMAL KPK”?
Mengamati peristiwa peristiwa yg menimpa KPK sebagai sebuah lembaga penegak hukum yang independent lima enam bulan terakhir ini, sangat mungkin dan sangat berdasar sinyalemen dan dugaan itu. “KPK New normal” bentuk baru hasil kebiri sistemik, hasil persekongkolan Presiden dengan anggota DPR yang melalui UU No. 19/2019 yang mengubah paradigma secara esensial arti keberadaan KPK dlm konteks penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Dengan konstruksi yang demikian dimana KPK diletakan sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif dan diisi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) terutama dari kepolisian dan ASN lain, maka sebenarnya secara substantif KPK sudah dibubarkan karena KPK  menjadi sama dan sebangun dengan lembaga penegakan hukum di bawah eksekutif lainnya seperti kepolisian (penyidik) dan Kejaksaan (penuntut).
Karena itu ketimbang MENGHAMBURKAN uang negara membayar (gaji komisioner, gaji dewasa dan gaji persone lainnya yg lebih dr ASN  lainnya) lebih baik KPK dibubarkan dan diintegrasikan saja dengan lembaga yang ada. Jika konsentrasi KPK hanya untuk pencegahan menerima LHKPN penyelenggara negra, penyukuhan dan penyadaran anti korupsi lebih baik KPK diintegrasikan kepada Kementrian Agama saja.
Paradigma Yang Keliru
Bisa jadi situasi dan keadaan seperti sekarang ini di KPK, disebabkan oleh  sistem yang dibangun melalui UU 19/2019 keliru baik secara perubahan politik hukumnya maupun secara  paradigma yang dibangunnya. Dimana kelirunya?
Dengan meletakan KPK secara kelembagaan sebagai penegak hukum dibawah eksekutif maka sebenarnya TIDAK DIPERLUKAN lagi Dewan pengawas, mengapa ?  Ya karena pengawasan secara yuridis (izin sadap, geledah, sita) seharusnya sepenuhnya tunduk pada KUHAP seperti penegak hukum lainnya (polisi & jaksa), tetapi yang mengherankan justru dibuat lagi lembaga DEWAS yang selain memperpanjang birokrasi penegakan hukum secara sistemik, juga penghamburan uang negara.
Disatu sisi KPK secara kelembagaan mudah dan rentan diintervensi kok malah diawasi lagi oleh DEWAS.  Ya sudah KPK semakin banci (tumpul) dalam penindakan korupsi, ia terkesan hanya menjadi lembaga pencari nafkah, bahkan “dengan kewenangannya” berpotensi menjadi alat (sarang) dan lokasi korupsi baru.
Seharusnya jika diawasi oleh DEWAS (yg diangkat Presiden) mk secara kelembagaan KPK seharusnya tetap diletakkan sebagai lembaga penegakan hukum INDEPENDEN. Langkah inilah yang menjadi indikator bahwa dalam pemerintahan ini TIDAK SERIUS dan tidak punya integritas dalam memberantas korupsi.
Pandemi corvid19 telah membawa dan merubah wajah baru lembaga penegakan hukum ini mengakhiri sejarahnya sebagai lembaga independent pemberantas korupsi yang disegani di dunia internasional. New Normal KPK telah menjadi sebuah ilusi baru komitmen anti korupsi.(*).
Penulis adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Trisaksti Jakarta