Imam Hidayat, S.H., M.H.

Profesi “Malapraktik” Advokat

Loading

Oleh: Imam Hidayat, S.H., M.H.

Seringkali kita tahu bahwa malapraktik sering dihubungkan dengan profesi kedokteran, atau paling tidak sering dikaitkan dengan Praktek Kedokteran. Lebih-lebih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “malpraktik” masih diartikan sebagai “praktik kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik”.

Dalam perkembangannya Malapraktik bukan hanya menjadi isu/permasalahan dalam bidang kedokteran, tetapi juga banyak terjadi Malapraktik bidang hukum khususnya dalam lingkup profesi Advokat dalam memberikan jasa hukum baik pembelaan maupun pendampingan klientnya….

Karena seringkali dalam faktanya seorang Advokat yang memaksakan diri menjalankan profesi untuk menangani case tertentu. Padahal dapat dinyatakan bahwa advokat dimaksud faktanya masih belum memenuhi standar kualifikasi keahlihan sebagaimana yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-Undangan (formal), atau bahkan tidak memenuhi kualifikasi Advokat secara substansial.

Artinya, belum memahami dan/atau belum dapat mengimplementasikan dengan sungguh-sungguh fungsi, peran, dan tanggung jawabnya sebagai seorang Advokat dalam memberikan jasa Hukum dalam praktiknya.

Malapraktik Advokat adalah bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan jasa hukum. “Malapraktik” yang dilakukan oleh seorang Advokat dalam memberikan jasa hukum, tidak memenuhi Standar keahlian hukum Profesi Advokat Indonesia yang merupakan batasan kemampuan minimal seorang advokat baik berupa pengetahuan materi dasar (fungsi dan peran profesi advokat, sistem peradilan Indonesia), ketrampilan/keahlian (hukum acara litigasi) serta sikap profesional (Kode Etik Advokat Indonesia) dalam menjalankan profesinya secara mandiri masyarakat pencari keadilan…

Dalam penerapan Standar Profesi Advokat Indonesia maupun pertanggungjawaban Advokat atas tindakan malapraktiknya, Dewan Kehormatan Advokat menjadi institusi sentral dan penting yang sudah seharusnya dilibatkan dengan sungguh-sungguh guna menegakkan ketentuan yang terdapat dalam Kode Etik Advokat sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan Undang-Undang Advokat, maupun Peraturan Perundang-undangan terkait.

Sertifikasi Keahlian Advokat kiranya juga dapat dijadikan sebagai legitimasi bagi seorang Advokat yang telah memenuhi Standar Profesi Advokat Indonesia, fungsinya untuk menunjukkan keahlian khusus yang dimilikinya dalam pemberian/pelayanan jasa hukum…

Karena sampai saat ini seorang yang berprofesi sebagai Advokat masih banyak yang menangani kasus atau perkara yang sebenarnya tidak linier dengan bidang keahlian hukumnya, maupun latar belakang lain yang menentukan keahliannya sebagai seorang Advokat, mengingat ruang lingkup profesi seorang Advokat yang begitu luas.

Untuk meningkatan integritas profesi Advokat, maka secara akademik diperlukan pendidikan khusus “spesifikasi keahlian” , bagi seorang advokat secara khusus dalam menjalankan profesi sebagai pemberi jasa hukum.

Sehingga tindakan pemberian jasa hukum kepada klient dan atau pelayanan hukum yang tepat terhindar dari malapraktik yang merugikan masyarakat pencari keadilan sebagai klien atapun merugikan kepercayaan masyarakat terhadap profesi Advokat yang mulia.

Penulis adalah Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)