Kumpulkan Alat Bukti, Kejagung Dalami Keterangan Direktur Administrasi PT JICT

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Kejaksaan Agung kembali memeriksa satu saksi dalam kasus dugaan korupsi perpanjangan kerjasama pengoperasian dan pengelolaan pelabuhan di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Jumat (4/11).

Saksi yang diperiksa untuk didalami keterangannya yaitu Direktur Administrasi PT Jakarta International Container Terminal (JICT) Rati Farini Srihandi yang juga merangkap sebagai Kepala Biro Hukum PT Pelindo II.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menyebutkan, Jumat (4/11) malam, pemeriksaan terhadap saksi Rati Parini Sirhandi dilakukan guna tim penyidik mencari fakta-fakta hukum.

“Selain juga mengumpulkan alat bukti tentang tindak pidana yang diduga terjadi dalam proses perpanjangan kerjasama pengoperasioan dan pengelolaan pelabuhan di PT Pelindo II,” tuturnya.

Sebelumnya Hari menyebutkan dalam proses perpanjangan kerjasama pengoperasian dan pengelolaan pelabuhan oleh PT JICT di kawasan PT Pelindo II setelah masa berlakunya habis pada 2015 diduga terdapat perbuatan melawan hukum.

Sementara itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada 2016 pernah menemukan indikasi kerugian keuangan negara sebesar 306 juta dollar AS atau sekitar Rp4,08 triliun terkait perpanjangan kerja sama pengelolaan PT JICT antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH)

Temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tersebut diserahkan langsung Ketua BPK Moermahadi Soerjadjanegara kepada Ketua DPR RI Setya Novanto dan Ketua Pansus Angket Pelindo II Rieke Diah Pitaloka di Gedung DPR RI, Jakarta pada 13 Juni 2016.

Kala itu Ketua BPK Moermahadi Soerjadjanegara juga menyebutkan pihaknya menemukan lima temuan dalam pemeriksaan investigatif.

Pertama, rencana perpanjangan PT JICT tidak pernah dibahas dan dimasukkan sebagai rencana kerja dan RJPP dan RKAP PT Pelindo II, serta tidak pernah diinfokan kepada pemangku kepentingan dalam Laporan Tahunan 2014. Padalah rencana itu telah dinisiasi oleh Dirut PT Pelindo II sejak tahun 2011.

Ke Dua, perpanjangan kerjasama pengelolaan dan pengoprasian PT JICT yang ditandatangani PT Pelindo II dan HPH tidak menggunakan permohonan ijin konsesi kepada Menteri Perhubungan terlebih dahulu.

Ke Tiga, penunjukkan Hutchison Port Holding oleh PT Pelindo II sebagai mitra tanpa melalui mekanisme pemilihan mitra yang seharusnya.

Ke empat, perpanjangan kerjasama pengelolaan dan pengoprasian PT JICT ditandatangani oleh Pelindo II dan Hutchison Port Holding tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan RUPS dan persetujuan dari Menteri BUMN.

Ke kelima, yakni soal penunjukkan Deutsche Bank sebagai financial advisor. BPK menduga, penunjukan itu bertentangan dengan peraturan perundangan.(muj)