Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito

Pembaharuan Indikator Peta Zonasi Risiko Daerah Menyesuaikan Perkembangan Pandemi

Loading

JAKARTA (Independensi.com)  – Satgas Penanganan Covid-19 memperbaharui cara penilaian indikator terhadap peta zonasi risiko daerah. Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, hal ini disesuaikan perkembangan terkini pandemi Covid-19 di tanah air.

Melihat peta zonasi risiko per 31 Januari, daerah zona merah atau risiko tinggi ada 63 kabupaten/kota, zona oranye atau risiko sedang ada 322 kabupaten/kota, zona kuning atau risiko rendah ada 114 kabupaten/kota, zona hijau tidak ada kasus baru ada 11 kabupaten/kota dan zona hijau tidak terdampak ada 4 kabupaten/kota.

“Pada minggu ini, kami melakukan pembaharuan pada perhitungan indikator zonasi risiko yaitu insidens kumulatif per 100 ribu penduduk, dan angka kematian per 100 ribu penduduk,” jelasnya dalam keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/2/2021) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Lebih lanjut dijelaskan, pada indikator insidens kumulatif per 100 ribu penduduk adalah jumlah seluruh kasus Covid-19 per 100 ribu penduduk di wilayah tertentu. Sedangkan angka kematian per 100 ribu penduduk adalah jumlah kematian akibat Covid-19 per 100 ribu penduduk di suatu wilayah tertentu.

Pembaharuan pada kedua indikator ini didasari oleh perkembangan rata-rata insidens kumulatif dan perkembangan angka kematian di tingkat kabupaten/kota yang meningkat. Indikator ini akan terus diperbaharui sesuai perkembangan kasus untuk menjaga agar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat sesuai keadaan saat ini.

“Penting untuk diingat, dalam situasi pandemi ini, kita harus semakin tajam dalam menilai situasi dari menilai indikator-indikator penting yang menunjukkan tingkat risiko penularan Covid-19 di suatu daerah yaitu kelompok indikator surveilans, epidemiologi dan pelayanan kesehatan,” lanjutnya.

Sebagaimana disampaikan pada kesempatan-kesempatan sebelumnya, penentuan zonasi risiko di suatu daerah ditentukan melalui 3 indikator yaitu epidemiologi, surveillance kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan. Dari masing-masing indikator itu ditentukan skor dan pembobotan yang menggambarkan risiko di wilayah tersebut.

Setelah dilakukan pendekatan dan penghitungan, maka dilakukan skoring dan pembobotan sehingga terbagi 4 warna zona. Warna tersebut katanya dipilih berdasarkan warna kebencanaan yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi risiko wilayah. Dan juga rekomendasi dari WHO.

Zona risiko tinggi atau zona merah dengan skor 0 – 1.80, zona risiko sedang atau zona oranye skor 1.81 – 2.40, zona risiko rendah atau zona kuning skor 2.41 – 3.0 dan zona hijau tidak ada kasus baru atau zona hijau tidak terdampak skornya diatas 3.0. (wst)