Kasus Perum Perindo, Sekretaris Perusahaan dan Eks Dirut Diperiksa Kejaksaan Agung

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Guna membuat semakin terang benderang kasus dugaan korupsi di Perum Perindo, Kejaksaan Agung kembali memeriksa dua orang saksi di Gedung Pidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (7/9).

Kedua saksi yang diperiksa guna didalami keterangannya yakni SJ selaku eks Direktur Utama Perum Perindo periode 2016-2017 dan BA selaku Sekretaris Perusahaan di Perum Perindo.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Selasa (7/9) mengungkapkan keduanya diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan di Perum Perindo.

“Pemeriksaan tersebut untuk menemukan fakta hukum adanya dugaan korupsi yang terjadi di Perum Perindo,” tutur Leonard seraya menyebutkan kedua saksi diperiksa terkait dengan apa yang saksi dengar, lihat dan alami sendiri.

Sementara itu sehari sebelumnya diperiksa tiga saksi yakni TK dan A selaku wiraswasta dan RRP selaku Direktur CV. Sinar Lema. Ketiganya juga diperiksa terkait masalah pengelolaan keuangan di Perum Perindo.

Adapun kasus dugaan korupsi yang kini disidik Kejagung berawal ketika Perum Perindo pada tahun 2017 menerbitkan MTN (Medium Tern Notes) untuk mendapatkan dana dengan cara menjual prospek dalam penangkapan ikan.

Dari hasil MTN tersebut Perum Perindo kemudian mendapatkan dana sebesar Rp200 miliar yang cair pada Agustus 2017 sebesar Rp100 miliar dan Desember 2017 sebesar Rp100 miliar

Dananya kemudian sebagian besar digunakan sebagai modal kerja perdagangan yang membuat peningkatan pendapatan perusahaan di tahun 2016 sebesar Rp223 miliar. Kemudian menjadi sebesar Rp603 miliar di tahun 2017 dan mencapai sebesar Rp1 triliun di tahun 2018.

Namun, kata Leo, karena pencapaian pendapatan dilakukan melibatkan semua unit usaha untuk melakukan perdagangan sehingga menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah.

“Dimana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet,” ungkapnya seraya menyebutkan akibat kontrol lemah dan pemilihan mitra kerja tidak hati- hati menjadikan perputaran modal kerjanya melambat. “Akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181 miliar,” ucap Leo.(muj)