Kiai Said Aqil dan Khatib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf
Kiai Said Aqil. (foto istimewa)

PBNU Disebut Perlu Pemimpin Perekat dan Bukan Pembuat Gaduh

Loading

JAKARTA (Independensi com) – Penyelenggaraan pemilihan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui muktamar ke-34  digelar pada 23-25 Desember 2021 di Provinsi Lampung.

 

Pelaksanaan berlangsung di empat tempat, yaitu di Pondok Pesantren Darussa’adah di Lampung Tengah, UIN Lampung, Universitas Lampung (UNILA), dan Universitas Malahayati.

 

Saat ini, ada dua calon kuat Ketum PBNU yang dipastikan maju di Muktamar. Masing-masing, yakni Ketum petahana Kiai Said Aqil dan Khatib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf.

 

“NU sebagai organisasi masyarakat terbesar ikut andil dalam kemerdekaan RI. Oleh karena itu, butuh pemimpin yang jadi perekat, pemersatu dan bukan yang bikin gaduh,” kata KH Syarifudin, Pengasuh Majelis Sholawat Merah Putih, dalam keterangan resminya.

 

Diharapkan Santri Ndeso- panggilan akrab Syarifudin- KH Said bisa kembali memimpin NU. Terlebih, diterangkannya, banyak capaian positif PBNU dalam dua periode kepemimpinan Kiai Said Aqil. Sehingga dengan segudang prestasi tersebut, maka sudah selayaknya kembali melanjutkan kepemimpinan di PBNU.

 

“Selama ini bawah kepengurusannya Kiai Said, PBNU menjadi garda terdepan dalam merawat keutuhan NKRI dan menjadi perekat persatuan umat. Kemampuan Kiai Said sudah teruji dalam memimpin PBNU dan diharapkan dapat kembali terpilih di periode ketiga,” jelasnya.

 

Lain halnya dengan KH Yahya Cholil Staquf, kami menilai sering buat gaduh seperti menyindir Habib Umar bin Hafidz pada postingan Facebook miliknya dengan menggunakan bahasa Jawa. Kala itu, pernyataan Yahya dianggap sangat provokatif dan penuh kebencian.

 

Padahal, Habib Umar merupakan Ulama Besar Ahlul Bait Nabi SAW dan tamu kehormatan para Ulama Indonesia, serta kedatangannya menyebarkan kesejukan Islam yang rahmatan lil ‘aalamin.

 

Selain itu, kunjungan Yahya Cholil Staquf ke Israel memicu hujan kritik seputar simbolisme lawatan yang diyakini serupa dengan pengakuan terhadap negeri Yahudi. Pria yang akrab dipanggil Gus Yahya itu hadir di Yerusalem atas undangan organisasi lobi American Jewish Committee (AJC).

 

Gus Yahya diundang dan menjadi salah satu pembicara dalam forum AJC yang berlangsung di Yerusalem pada 10-13 Juni.

 

Di forum AJC, Gus Yahya sempat berbicara selama sekitar 14 menit yang dipandu moderator Rabi David Rosen, Direktur Internasional Urusan Agama AJC. Kehadiran Gus Yahya di forum tersebut menuai kritik dari berbagai pihak. Dari dalam negeri, kritik datang dari kubu yang berseberangan dengan pemerintah maupun dari Kyai NU sendiri. Belakangan, kritik datang pula dari kelompok militan Hamas dan Pemerintah Palestina.

 

Mereka mengecam kehadiran Gus Yahya karena dianggap gak sesuai dengan sikap resmi pemerintah dan rakyat Indonesia yang sebagian besar Muslim. Sejak awal, sikap yang diterapkan Indonesia yakni membela agar Palestina bisa meraih kemerdekaan penuh dari Israel. Sebab, Israel masih menduduki sebagian wilayah mereka.

 

Apalagi kita sekarang sedang menghadapi pandemi Covid-19, sangat dibutuhkan pemimpin NU yang bisa kerja sama dengan semua pihak, bukan malah membuat kegaduhan.