Kejari Jaksel Tahan Dirut PT CF Tersangka Baru Kasus Korupsi BNI Syariah

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tahan Direktur Utama PT Capitalinc Finance (CF) berinisial MI ke dalam Rutan setelah ditetapkan sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi kredit macet di BNI Syariah.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nurcahjo JM mengungkapkan ditetapkannya MI sebagai tersangka berdasarkan pengembangan dari hasil penyidikan dua tersangka sebelumnya yaitu RZ dan RF.

“Tersangka RZ juga Dirut PT Capitalinc Finance dengan periode berbeda. Sedang tersangka RF selaku pengelola pembiayaan PT Bank BNI Syariah,” tutur Nurcahjo melalui Kasi Pidsus Sabrul Iman kepada Independensi.com, Jumat (25/3) malam.

Sabrul menyebutkan penetapan MI sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-01/M.1.14/Fd.2/03/2022 tanggal 25 Maret 2022 yang didahului Surat Perintah Penyidikan Kajari Jakarta Selatan Nomor : Prin- 01/M.1.14/Fd.2/03/2022 tanggal 25 Maret 2022.

“Guna kepentingan penyidikan tersangka MI kita juga lakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan selama 20 hari terhitung mulai 25 Maret 2022 sampai 13 April 2022,” tuturnya.

Penahanan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nomor : Prin- 93/M.1.14/Fd.2/03/2022 tanggal 25 Maret 2022.

Adapun kasusnya terkait pemberian plafon pembiayaan oleh PT Bank BNI Syariah kepada PT CF yang bergerak di bidang multifinance. Berawal dari permohonan yang diajukan RZ selaku Dirut PT CF periode 2012-2014 untuk penggunaan pembiayaan musyarakah kepada beberapa end user PT CF

“Permohonan itu kemudian diproses RF sampai disetujui dan dilakukan pencairan pembiayaan dengan akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik IMBT,” ujar Sabrul. Kemudian saat end user PT CF mengembalikan agunan yang dijadikan jaminan pembiayaan oleh tersangka MI selaku Dirut periode 2014-2017 dibuat surat keterangan lunas.

Namun selanjutnya, ungkap Sabrul, tersangka MI tanpa izin dan sepengetahuan pihak Bank menjual agunan tersebut serta tidak menyetorkan hasilnya yang berakibat atas pembiayaan tersebut dinyatakan masuk kolektibilitas 5 (macet). “Sehingga berakibat kerugian keuangan negara sebesar Rp17 miliar lebih berdasarkan hasil audit BPK,” tuturnya.(muj)