Jaksa Agung: Jaksa Ideal Mampu Seimbangkan Kecerdasan dengan Hati Nurani

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung Burhanuddin mengharapkan para calon jaksa yang menjadi peserta pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa (PPPJ) nantinya bisa menjadi jaksa ideal yang mampu menyeimbangkan kecerdasan dengan hati nurani.

“Karena itu diklat yang akan ditempuh peserta adalah pondasi pertama dan utama bagi setiap jaksa, dimana dalam kegiatan diklat peserta akan ditempa dan dibentuk keilmuan dan karakternya,” kata Jaksa Agung diwakili Wakil Jaksa Agung Sunarta saat membuka kegiatan PPPJ Angkatan 79 Gelombang II Tahun 2022 di Badan Diklat Kejaksaan, Rabu (10/8).

Selain itu, kata Jaksa Agung, melalui Diklat juga sekaligus membentuk moralitas dan integritas seorang calon Jaksa agar dapat menjadi Jaksa yang seutuhnya untuk dapat menjalankan tugas, fungsi dan wewenang secara profesional yang didasarkan pada nilai-nilai Tri Krama Adhyaksa.

“Doktrin yang harus selalu melekat di sanubari setiap insan Adhyaksa,” kata Jaksa Agung yang menaruh harapan besar dengan penyelenggaraan diklat tahun ini yang dilakukan secara klasikal atau tatap muka secara langsung

“Karena saya nilai lebih efektif dalam membentuk karakter para peserta diklat. Berbagai tugas dan kegiatan dalam metode klasikal, baik di dalam maupun di luar kelas secara kelompok akan membentuk rasa kebersamaan, dan saya yakin dapat lebih menempa kedisiplinan, serta memperkuat soliditas dan solidaritas di antara siswa,” ujarnya.

Dibagian lain dia mengingatkan para peserta bahwa seorang Jaksa adalah penegak hukum yang memiliki tugas dan tanggungjawab yang berat dengan kompleksitas tinggi.

“Jaksa disamping sebagai Penuntut Umum yang menjadi tugas pokonya, juga harus mampu mengemban tugas lain sebagai penyidik, pengacara negara dan sekaligus melaksanakan fungsi intelijen,” ujarnya.

Oleh karena itu dia meminta peserta diklat harus memahami betul tanggung jawab dan konsekuensi yang melekat pada diri seorang Jaksa. “Sebagai aparat penegak hukum, Jaksa terikat kode etik perilaku Jaksa yang mengatur tentang kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi,” ujarnya.

Dia pun menginstruksikan kepada Badiklat Kejaksaan sebagai penyelenggara agar memastikan para siswa memperoleh pengetahuan yang up to date yang diperkaya dengan keilmuan dan pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan zaman.

“Sehingga materi pembelajaran dan diskusi yang berkembang di kelas menjadi aktual dan diharapkan peserta mampu menjawab problematika hukum yang tengah terjadi saat ini,” ujar Jaksa Agung.

Selain itu, tuturnya, perkembangan dinamika penegakan hukum saat ini telah menggeser orientasi penegakan hukum yang semula bersifat retributif ke arah restoratif dan rehabilitatif.

Oleh karena itu, kebijakan Restorative Justice  merupakan suatu terobosan hukum yang bersifat progresif sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara.

“Untuk itu saya instruksikan kepada jajaran Badiklat agar materi RJ juga diberikan secara khusus dan mendalam kepada para siswa sehingga mereka dapat memahami RJ mulai dari tataran falsafah, konsep maupun praktiknya,” ucapnya.

Sehingga, kata dia, manakala kelak menjadi Jaksa dapat menerapkan RJ secara benar dan tepat, mengingat RJ yang dimiliki Kejaksaan memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri yang tidak sama dengan konsep RJ secara umum dalam teori dan doktrin.

Terakhir dia meminta untuk memastikan kelulusan hanya diberikan kepada peserta yang memenuhi standar kualifikasi yang telah ditetapkan Badiklat, “Karena kualitas wajib diutamakan dalam setiap pendidikan dan pelatihan di Badiklat, maka kita tidak boleh lagi bermain-main dengan kualitas anak didik,” ujarnya.(muj)