Jaksa Agung: Spirit RJ Begitu Istimewa karena Berdayakan Masyarakat Adat

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan keadilan restoratif atau restoratove justice (RJ) yang diterapkan Kejaksaan menjadi begitu istimewa karena spiritnya selalu berupaya melibatkan atau memberdayakan unsur kebudayaan atau kearifan lokal masyarakat.

“Khususnya masyarakat adat maupun hukum adat dalam pelaksanaanya,” ungkap Jaksa Agung dalam sambutannya pada acara Penganugerahan Gelar Adat Melayu Jambi dan Musyawarah Wilayah IV Lembaga Adat Rumpun Melayu se-Sumatera Tahun 2022 di Jambi, Sabtu (27/8).


Jaksa Agung menyebutkan pelibatan unsur kearifan lokal masyarakat adat dan hukum adat di dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sejalan dengan politik hukum bangsa.

“Yaitu mengakui dan menghormati seluruh tatanan dan institusi masyarakat adat pada Pasal 18B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945,” ucap Jaksa Agung dalam acara yang berlangsung di Balairungsari Lembaga Adat Masyarakat Jambi.

Kemudian, kata dia untuk mengoptimalisasi pelibatan unsur kearifan lokal masyarakat adat dalam setiap upaya perdamaian dengan pendekatan keadilan restoratif oleh Kejaksaan, maka dibentuk wadah Rumah RJ.

“Rumah RJ ini akan berfungsi sebagai wadah untuk menyerap nilai kearifan lokal masyarakat adat. Serta menghidupkan kembali pelibatan tokoh masyarakat, agama dan adat untuk bersama-sama Jaksa menyelesaikan perkara yang berorientasi pada perwujudan keadilan subtantif,” tuturnya.

Rumah RJ, kata dia, bahkan dapat disinergikan dengan wadah kelembagaan adat, yang eksis di dalam suatu komunitas adat tertentu. “Saya contohkan misalkan di Tanah Pilih Pesako Betuah ini pelaksanaan RJ dan wadah Rumah RJ dapat berkolaborasi dengan Lembaga Adat Melayu Jambi.”

Dia pun mengutip salah satu Seloko dari Lembaga Adat Melayu yaitu “Sepadi sumbing sebiras, abislah dek canai dengan gerindo” yang bermakna perselisihan kecil jangan diperbesar dan hendaklah diakhiri dengan bermanfaat secara kekeluargaan.

Falsafah ini, tutur Jaksa Agung, sejalan dengan semangat RJ yang berupaya mendamaikan perselisihan yang muncul ditengah masyarakat. “Dengan memberikan kesempatan bagi korban, pelaku serta pihak-pihak terkait untuk duduk bersama menyelesaikan permasalahan diantara mereka,” ujarnya.

Sebelumnya dia menuturkan juga Restorative Justice adalah merupakan budaya bangsa yang tercermin dari nilai-nilai Pancasila, khususnya Sila Kedua yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan untuk diperlakukan sama dimuka hukum

“Sekaligus cerminan dari Sila Keempat, dimana nilai-nilai keadilan diperoleh melalui musyawarah untuk mufakat dalam penyelesaian masalah,” kata mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ini.

Adapun dalam acara Penganugerahan Gelar adat tersebut Jaksa Agung ST Burhanuddin mendapat gelar “Sri Paduko Agung Mustiko Alam”. Ditandai penyematan pin, pemasangan selempang, pengalungan medali dan penyerahan piagam gelar adat oleh Ketua Lembaga Adat Melayu Jambi Hasan Basri Agus dan penyisipan keris oleh Gubernur Jambi Al Haris.

Pemberian gelar adat kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin merupakan kesepakatan Rapat Lembaga Adat Melayu Jambi yang selalu memberikan gelar adat kepada seseorang karena pertimbangan jasa-jasa dan pengabdian atau kedudukan seseorang dalam lingkungan masyarakatnya.

Selain Jaksa Agung juga yang mendapat penganugerahan Ny Sruning Burhanuddin istri Jaksa Agung dengan gelar “Karang Setio” yang ditandai pemberian kalung emas dan piagam oleh istri Gubernur Jambi Hesnidar Haris.(muj)