Jaksa Agung Sekedar Mengimbau Korupsi di Bawah Rp50 Juta Cukup Kembalikan Kerugianan Negara

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung Burhanuddin menegaskan pernyataannya agar terhadap korupsi di bawah Rp50 juta cukup diselesaikan dengan cara mengembalikan kerugian negara merupakan respon dari pertanyaan yang muncul dari anggota Komisi III DPR RI pada saat rapat kerja dengan Komisi III, Kamis (27/1).

Selain itu, kata Jaksa Agung, sekedar sebagai himbauan yang sifatnya umum untuk menjadi pemikiran bersama dan diperoleh solusi yang tepat dalam penindakan korupsi yang menyentuh baik pelaku dan masyarakat di level akar rumput.

“Karena secara umum dilakukan karena ketidaktahuan atau tidak ada kesengajaan untuk menggarong uang negara, dan nilai kerugian keuangan negaranya pun relatif kecil,” ungkapnya melalui Kapuspenkum Kejaksaan Agung Loenard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Jumat (28/1).

Dia mencontohkan misalnya seorang Kepala Desa tanpa pelatihan tentang bagaimana cara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara harus mengelola dana desa senilai Rp1 Miliar untuk pembangunan desanya.

“Tentu akan melukai keadilan masyarakat jika dilakukan penindakan korupsi. Padahal sifatnya hanya kesalahan administrasi. Seperti kelebihan membayar para tukang atau pembantu tukang dalam pembangunan di desanya dan nilainya relatif kecil. Serta Kepala Desa tersebut sama sekali tidak menikmati uang-uang tersebut,” ujarnya.

Contoh lainnya, tutur Jaksa Agung, seorang bendahara gaji membuat nilai gaji yang lebih besar dari yang seharusnya diterima beberapa pegawai di suatu instansi pemerintah. “Ini pun suatu maladministrasi yang akan melukai keadilan masyarakat, jika kasusnya ditangani menggunakan instrumen Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.”

Oleh karena itu dia menghimbau untuk dijadikan renungan bersama bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi pun harus mengutamakan nilai keadilan yang substantif, selain kemanfaatan hukum dan kepastian hukum.

“Upaya preventif pendampingan dan pembinaan terhadap Kepala Desa oleh jajaran Kejaksaan atau inspektorat kabupaten dan kota menjadi sangat penting dan prioritas,” ucap mantan Kajati Sulawesi Selatan ini.

Selain itu, katanya lagi, upaya penyadaran kepada pelaku untuk secara sukarela mengembalikan kerugian keuangan negara yang timbul akibat perbuatannya merupakan hal-hal yang meringankan.

“Jika pengembalian kerugian keuangan negara dilakukan di tahap penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di persidangan,” ujarnya seraya mengapresiasi jika terduga pelaku telah mengembalikan secara sukarela ketika tim inspektorat telah turun dan menemukan kerugian keuangan negara.

“Sebelum tindakan penyidikan dilakukan oleh aparat penegak hukum dan perkara tersebut sifatnya kesalahan administratif serta kerugian keuangan negara yang timbul juga relatif kecil,” tutur dia.

Jaksa Agung pun mewacanakan dan menghimbau untuk perkara model tersebut ditangani dengan menggunakan instrumen lain selain instrumen Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

“Himbauan tersebut bukanlah untuk impunitas pelaku korupsi dengan kerugian keuangan negara relatif kecil. Tapi wacana tersebut dibuka untuk dibahas ke publik agar penindakan tindak pidana korupsi pun berdasarkan pemikiran yang jernih atas hakikat penegakan hukum itu sendiri, yaitu pemulihan pada keadaan semula,” ucapnya.

Dia pun telah memberikan himbauan kepada jajarannya untuk korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp50 juta agar diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian negara sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan biaya ringan.

Selain itu, kata Jaksa Agung, dari analisa nilai ekonomi perlu menjadi perhatian aparat penegak hukum. “Dapat dibayangkan korupsi Rp 50 juta harus ditangani dengan biaya operasional penanganan perkara bisa melebihi dari Rp50 juta dari kerugian negara yang ditimbulkan. Dan ini akan menjadi beban pemerintah seperti biaya makan, minum dan sarana lainnya kepada terdakwa jika terdakwa tersebut diproses sampai eksekusi.”

Artinya, tutur dia, analisis cost and benefit penanganan perkara korupsi juga penting menjadi pertimbangan guna mencapai nilai keadilan masyarakat dan nilai kemanfaatan hukum.

Sementara terkait korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp1 juta, dikatakannya, tidak berkaitan dengan kerugian keuangan negara, melainkan upaya pemberantasan pungutan liar (saber pungli).

“Sesuai data yang kami terima, ada satu penyidikan dilakukan Polresta Pontianak dalam perkara pungli melibatkan seorang wasit dengan nilai Rp2,2 juta dan saat ini perkara tersebut masih tahap Pra-Penuntutan di Kejaksaan Negeri Pontianak,” ucapnya

Oleh karena itu Jaksa Agung saat di DPR menyampaikan harapan agar penanganannya dilakukan secara profesional dengan memperhatikan hati nurani, atau menggunakan instrumen lain selain Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.(muj)