PEKANBARU (Independensi.com) –Sidang dugaan korupsi jembatan Water Front City (WTC) Bangkinang yang digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru Jumat, (30/4) berlangsung hangat.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU-KPK) yang menghadirkan Jefry Noer mantan Bupati Kampar sebagai saksi, membantah menerima uang dari PT Wijaya Karya (Wika).
Bantahan itu disampaikan Jefry saat menjadi saksi untuk terdakwa Adnan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek dan I Ketut Suarbawa Manajer Wilayah II/ Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Sebagaimana diketahui, dalam persidanganc, kedua terdakwa berada di Jakarta.
Di awal persidangan yang digelar secara virtual di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan majelis hakim yang dipimpin Lilin Herlina, Jaksa Penuntut Umum dan penasehat hukum berada di pengadilan, Jefry mengikuti persidangan melalui video conference
Menurutnya, pembangunan proyek Jembatan Water Front City itu, masuk salah satu proyek strategis yang dikerjakan di zamannya saat menjabat sebagai bupati.
Dijelaskan, perencanaan pekerjaan proyek jembatan senilai Rp 131 miliar hingga pembahasan anggaran di DPRD Kampar.
Nota kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan DPRD Kampar dilakukan sekitar 2013-2014. Poin di MoU terkait penganggaran proyek yang disepakati sebesar Rp 130 miliar dan Rp 1 miliar untuk pengawasan.
Pemerintah daerah juga meminta sharing dana ke Provinsi Riau dengan kesepakatan 60 persen Pemkab Kampar dan 40 persen provinsi. Namun dari anggaran yang diajukan, hanya terealisasi Rp 17 miliar.
Selama proses pembahasan di DPRD, Jefry mengakui adanya perdebatan. Apalagi ada anggapan kalau pengerjaan jembatan yang bersumber dari anggaran multiyears itu, tidak akan selesai sampai masa jabatan Jefry sebagai Bupati Kampar berahir.
JPU mulai mempertanyakan anggaran terkait MoU untuk anggota DPRD Kampar.
Jefry mengaku tidak mengetahui hal itu, tapi dia tidak menampik kalau pernah mendapat laporan dari Indra Pomi yang merasa dikejar-kejar soal uang.
“Katanya soal itu Indra Pomi ada dimintai uang untuk DPRD. Kemudian saya bilang ke Indra tidak usah dilayani,” kata Jefry.
JPU juga mencecar Jefry tentang adanya instruksi kepada Indra Pomi untuk mengawal PT Wika agar bisa memenangkan lelang. “Tidak ada itu,” kata Jefry.
JPU mengingatkan Jefry untuk jujur memberikan keterangan karena sudah disumpah. “Apakah saksi kenal dengan Firjan Taufan?” tanya JPU.
Menurut Jefry, dia kenal Firjan yang merupakan marketing PT Wika saat meninjau proyek. Dari perkenalan itu, Firjan meminta nomor telepon selular Jefry.
“Jadi dia minta nomor telepon. Ya saya kasih saja,” kata Jefry. Setelah itu, komunikasi dengan Firjan berlanjut. Beberapa kali Jefry dan Firjan saling menghubungi terkait progres pekerjaan pembangunan jembatan.
Jefry juga mengakui pernah bertemu Indra Pomi dan Firjan di Kubang.
Namun menurutnya pertemuan itu tidak disengaja karena ketika itu sedang menghadiri acara pelatihan di Kubang. “Ketemu dengan Firjan sebanyak 4 sampai 5 kali,” ucap Jefry.
Jefry menyebutkan Firjan pernah datang ke rumahnya. “Ada mengantar sesuatu (uang, red),” tanya JPU. Mendengar itu, Jefry langsung membantah.
Menurutnya Firjan datang hanya untuk menjelaskan pekerjaan, apalagi dirinya selalu mendesak Indra Pomi dan mempertanyakan terkait pekerjaan proyek agar dilakukan dengan maksimal.
Jefry menyebut Firjan pernah datang ke rumahnya sehabis Salat Magrib dan menyakinkan dirinya kalau pekerjaan akan selesai tepat waktu. Saat itu bulan puasa, habis Magrib.
Dalam pembicaraan itu, kata Jefry, Firjan memang mengarahkan akan membantu dalam bentuk uang, tapi Jefry mengaku tidak menanggapinya.
“Arah bicaranya mau membantu (kasih duit). Saya bilang tidak usah. Bagi saya yang penting jembatan selesai tepat waktu, dan itu hadiah luar biasa bagi saya,” kata Jefry mengulangi ucapannya.
JPU mempertanyakan pemberian uang dari Indra Pomi kepada Jefry yang bersumber dari PT Wika. Lagi-lagi, Jefry membantah tidak pernah menerima uang. “Tidak ada itu pak,” kata Jefry.
JPU lalu membacakan satu per satu aliran dana dari PT Wika kepada Jefry. Baik yang diberikan melalui Indra Pomi maupun oleh Firjan di rumah Jefry di Pekanbaru.
“Pernah terima 25.000 dollar Amerika dari Firjan Taufan?” kata JPU. Jefry menyatakan tidak pernah. JPU kembali mempertanyakan penerimaan uang 50.000 dolar Amerika Serikat, begitu juga uang yang diserahkan melalui Indra Pomi Rp 100 juga. Atas uang itu, lagi-lagi Jefry membantah tidak pernah menerima.
“Apakah ada terima 35.000 dolar Amerika yang diserahkan jelang Hari Raya Idul Fitri 2015 di kediaman Jefry di Pekanbaru,” tanya JPU lagi. Jefry menyatakan Indra Pomi datang ke rumahnya menawarkan uang Idul Fitri, tapi ditolak. “Saya bilang tidak usah. Jembatan selesai saja sudah hadiah besar buat saya,” ujarnya.
JPU kembali mengingatkan saksi agar jujur karena menurut keterangan saksi Firjan maupun Indra Pomi ada memberikan uang. Juga ada catatan pengeluaran uang dari PT Wika untuk diberikan ke Jefry. “Tidak ada lo pak. Itu kan pengakuan mereka (Firjan dan Indra Pomi) saja pak,” kata Jefry kembali berkelit.
Usai sidang JPU KPK Ferdian Adi Nugroho kepada Independensi.com mengatakan, hak Jefry Noer membantah.
Tapi beberapa saksi dalam persidangan mengatakan Jefry Noer ada menerima uang. Bahkan dalam sembilan (9) rekaman percakapan yang di perdengarkan dalam sidang, Jefry Noer juga selalu berkelit.
Sementara Indra Pomi yang mengaku dalam persidangan sebelumnya ada beberapa kali menyerahkan uang titipan PT Wika pada Jefry Noer saat dihubungi melalui WA, tidak dibalas.
“Tinggal menunggu waktu saja, biarkan saja begitu,” ujar Ferdian JPU KPK tanpa memberitahukan apa maksudnya mengatakan menunggu waktu.
(Maurit Simanungkalit)