JAKARTA (Independensi.com) – Pemerintah, Bank Indonesia (BI), OJK, dan LPS mengumumkan kondisi stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun potensi risiko dari makin meluasnya dampak penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan perlu terus diantisipasi.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rahayu Puspasari, melalui rilis yang diterima redaksi setkab.go.id, Selasa (19/5).
“Dari awal tahun, kondisi sektor keuangan Indonesia yang sempat memburuk yang tercermin dalam penurunan IHSG, fluktuasi nilai tukar Rupiah dan tingkat imbal hasil surat berharga negara (SBN), serta keluarnya arus modal asing, turut berpengaruh pada perekonomian secara umum,” bunyi rilis tersebut.
Ke depan, Karo KLI Kemenkeu sampaikan, sejalan dengan masih akan melemahnya perekonomian domestik, tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan diperkirakan meningkat terutama bersumber dari memburuknya kinerja dunia usaha yang berdampak pada kualitas debitur.
“Dengan potensi risiko ini, Pemerintah, BI, OJK, dan LPS terus melakukan langkah-langkah menjaga terpeliharanya stabilitas sistem keuangan dan pemulihan ekonomi,” jelas Rahayu.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
Menyusul diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 (PP 23/2020) mengenai pelaksanaan program PEN, menurut Karo KLI Kemenkeu, saat ini Pemerintah tengah menyusun desain program pemulihan ekonomi nasional melalui modalitas yang diatur dalam PP 23/2020.
“Program PEN diharapkan dapat membantu dunia usaha termasuk usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) dan usaha ultra mikro, serta sektor usaha strategis bagi perekonomian termasuk BUMN,” tandasnya.
Berdasarkan PP 23/2020, program PEN dapat dilakukan melalui mekanisme penempatan dana, penjaminan, Penyertaan Modal Negara (PMN), dan investasi pemerintah.
“Selain itu, Pemerintah juga dapat melakukan pemulihan ekonomi nasional melalui belanja negara. Pada tahap awal pelaksanaan program PEN,” jelas Karo KLI.
Saat ini, Pemerintah telah merampungkan desain dua program, yakni:
Pertama, Pemerintah akan memberikan fasilitas subsidi bunga kepada debitur perbankan, bank perkreditan/pembiayaan rakyat, dan perusahaan pembiayaan, juga kepada debitur KUR, koperasi, dan lembaga penyalur kredit lainnya.
Kedua, Pemerintah juga telah menyiapkan program pemberian dukungan restrukturisasi melalui penempatan dana pada perbankan yang telah melakukan restrukturisasi kredit dan memberikan tambahan modal kerja kepada debiturnya.
Subsidi Bunga
Untuk mendukung usaha ultra mikro dan UMKM, Karo KLI Kemenkeu jelaskan bahwa Pemerintah mendukung penundaan pembayaran kredit dan menganggarkan subsidi bunga sebesar Rp34,15 triliun yang akan menjangkau 60,66 juta rekening.
“Kebijakan subsidi bunga ini merupakan bantuan keringanan kepada ultra mikro dan UMKM yang memiliki pinjaman di lembaga keuangan, agar dapat bertahan meski peredaran usahanya menurun signifikan,” katanya.
Subsidi bunga, lanjutnya, melalui lembaga keuangan (perbankan, perusahaan pembiayaan, lembaga penyalur kredit program Pemerintah yang ada di BUMN, BLU, dan/atau Koperasi) diberikan kepada debitur Ultra Mikro dan UMKM yang memenuhi kriteria, yaitu
(i) memiliki plafon pinjaman paling tinggi Rp10 miliar;
(ii) tidak masuk Daftar Hitam Nasional pinjaman;
(iii) kualitas kredit sebelum Covid-19 (29 Februari 2020) kolektibiltas 1 dan kolektibilitas 2;
(iv) memiliki NPWP atau mendaftar NPWP; dan
(v) melakukan restrukturisasi, khususnya untuk debitur dengan pinjaman di atas Rp500 juta s.d. 10 miliar. Subsidi diberikan selama 6 bulan, dengan tarif 6% untuk 3 bulan pertama dan 3% untuk bulan kedua.
“Sementara untuk debitur dengan pinjaman kredit Rp500 juta s.d. 10 miliar diberikan subsidi bunga 3% untuk 3 bulan pertama dan 2% untuk 3 bulan kedua. Sedangkan bagi debitur yang termasuk dalam program kredit pemerintah diberikan subsidi bunga 6% untuk 6 bulan,” ungkapnya.
Penempatan Dana
Menurutnya, selain memberikan subsidi bunga untuk mendukung perbankan dan lembaga pembiayaan yang melaksanakan restrukturisasi kredit UMKM dan menyalurkan tambahan kredit modal kerja baru, pemerintah juga akan melakukan penempatan dana di perbankan.
“Bank peserta maupun bank pelaksana merupakan bank yang sehat berdasarkan penilaian OJK,” tandasnya.
Untuk mengajukan penempatan dana, menurut Karo KLI Kemenkeu, bank pelaksana menyampaikan proposal penempatan dana kepada bank peserta berdasarkan restrukturisasi yang dilakukan, jumlah dana yang dibutuhkan, tenor, kondisi likuiditas dan posisi kepemilikan surat berharga.
“Manajemen dan pemegang saham pengendali memberi jaminan tentang kebenaran/akurasi dari proposal penempatan dana,” urainya.
Bank peserta melakukan penelitian terhadap proposal bank pelaksana, dan dapat menggunakan Special Purpose Vehicle (SPV) untuk melakukan penelitian tersebut, termasuk verifikasi jaminan, administrasi jaminan, penagihan dan collection dalam hal terjadi kredit macet.
Berdasarkan penelitan proposal tersebut apabila disetujui, Karo KLI jelaskan bank peserta mengajukan penempatan dana kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Kemenkeu meminta hasil penelitian OJK mengenai status kesehatan bank pelaksana, jumlah surat berharga yang belum direpokan dan data restrukturisasi bank pelaksana yang telah dilakukan,” tambahnya.
Kemenkeu, sambungnya, menempatkan dana kepada bank peserta berdasarkan hasil penelitian OJK dan proposal dari bank peserta yang memenuhi persyaratan dalam PP 23/2020 Pasal 11 (4).
Selanjutnya, bank peserta atau SPV yang ditunjuk oleh bank peserta melakukan penyaluran dana kepada bank pelaksana sesuai dengan proposal yang disetujui. Bank pelaksana menggunakan dana dari bank peserta untuk menunjang kebutuhan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan pemberian modal kerja.
“LPS menjamin dana pemerintah yang ditempatkan di bank peserta,” terang Rahayu.
Dalam hal bank pelaksana tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, sambung Karo KLI, BI dapat mendebit rekening giro bank pelaksana untuk pembayaran kembali kepada bank peserta.
“BPKP, OJK dan LPS melakukan pengawasan terhadap bank peserta dan bank pelaksana. Pemerintah pada saat ini sedang menyusun detil program PEN dan peraturan-peraturan teknis terkait sesuai dengan ketentuan PP 23/2020,” pungkasnya.