Kemal Pawaka (Toto Prawoto)

Kemal Pawaka: Menjalin Persahabatan Melalui Golf

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Dalam olahraga apa pun — termasuk golf — para pelakunya terdiri dari dua golongan masing-masing (yang pertama) golongan yang menggeluti olahraga sebagai profesi dan golongan yang kedua adalah mereka yang menggeluti olahraga sebagai hobi.

Salah satu contohnya adalah sepakbola. Sebagai olahraga yang sangat populer, tidak semua masyarakat penggemar sepakbola di seluruh penjuru negeri ini di kemudian hari akan menjadi pesepakbola.

Meskipun belum ada data pendukung yang bisa dijadikan sebagai rujukan, namun fakta yang ada di dalam keseharian, lebih banyak komunitas yang menggeluti sepakbola sebagai hobi daripada profesi.

Hal yang sama pun terjadi di golf. Cuma bedanya, seseorang yang menekuni olahraga golf, mereka tetap masih bisa bermain menyusuri fairway, hole demi hole hingga usia lanjut.

Sekedar contoh saja. Pak Ci (Ir .Ciputra — sang pelopor bisnis properti di negeri ini), yang saat ini telah berusia 85 tahun, masih bisa bermain golf walau hanya 9 hole.

Berbeda dengan olahraga lainnya, olahraga golf bisa dimainkan seorang diri.Kalau tokh ada orang lain, pastilah bahwa orang lain tersebut adalah caddy.

Bahkan, bila pada saat yang bersamaan ada satu atau dua orang pegolf lain yang akan bermain golf di golf course yang sama, pegolf yang sebelumnya berniat akan bermain sendiri dan hanya didampingi oleh seorang caddy —- dengan catatan: pegolf yang akan bermain sendiri tersebut masih berada di tee box —- bisa “joint” dengan pemain lain tersebut. Tentu saja harus sepengetahuan petugas lapangan, yang akan menentukan dari tee box mana pemain yang baru kenal di lapangan tersebut, tee off.

Karena, tidak mungkin seseorang yang telah berusia lebih dari tujuh puluh atau delapan puluh tahun, bermain dari tee box yang sama dengan pemain yang “baru” berusia limapuluhan tahun atau enampuluh.

Ke-“unik”-an tersebut rasanya tidak mungkin akan terjadi, misalnya sebagai contoh, di cabang olahraga sepakbola. Sungguhpun hanya untuk menyalurkan hobby semata — sepanjang yang penulis ketahui — belum pernah terdengar kabar ada seseorang yang telah berusia lebih dari tujuhpuluh tahun masih bermain sepakbola.

Seperti diketahui di dalam olahraga golf ada kelompok pemain amatir, profesional serta amatir senior dan senior pro.Khusus mereka yang menyandang predikat amatir, lazim disebut dengan istilah pegolf reguler non atlet.

Tapi, bukan berarti mereka tidak bisa berprestasi sama sekali. Terbukti, seorang pegolf non atlet bernama Cing Cing Suharsono (Fella Golf Club) pernah menyentak penggemar olahraga golf nasional setelah di final Olympic Jabar Amateur Open (OJAO) pertama tahun 2015 berhasil mengalahkan Almay Rayhan Yaquta, pegolf junior/amatir nasional yang berasal dari Jawa Timur.

Hebatnya, Cing Cing yang telah berusia lebih dari limapuluh tahun berhasil mengalahkan Almay yang usianya baru enambelas tahun lebih sedikit melalui play off!

Dan, dalam skala yang tidak jauh berbeda, hal yang sama pun dialami oleh Kemal Pawaka, yang pernah menjuarai Match Play Credit Suisse.

Suami dari Ayu Dyah Pasha dan ayah dari dua orang putra bernama Narendra Pawaka dan Nabil Pasha Pawaka, ini, mulai mengenal olahraga golf sejak berusia 14 tahun.

Kemal, yang saat ini tengah menapak di usia ke 57 tahun, mengaku bahwa awalnya tidak begitu tertarik dengan olahraga golf.

Tapi, Soewarso Pawaka, sang ayah, yang menjadi anggota TNI Angkatan Darat berpangkat Kolonel, terus membujuk Kemal, putra nomor empat dari enam bersaudara ini, untuk berlatih bermain golf.

Alasan ayahnya, dengan bisa bermain golf maka akan menambah banyak teman dalam pergaulan.”Akhirnya, setelah saya setuju dengan permintaan ayah saya, tidak sampai menunggu terlalu lama, oleh ayah saya, saya didaftarkan ke sekolah golf yang dipimpin Djali Asnam di Senayan,” kenang Kemal saat ditemui IndependensI.com di Jakarta Golf Club (JGC), Rawamangun, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

“Saat itu saya masih sekolah SMP Vanlith, dan saya adalah angkatan keempat yang namanya terdaftar di sekolah golf yang dipimpin oleh Djali Asnam,” tambahnya.

Rupanya tanpa sepengetahuannya, Soewarso Pawaka dan Djali Asnam yang —- seperti diceritakan oleh Kemal Pawaka kepada IndependensI.com kemudian —- juga anggota TNI Angkatan Laut, sering menanyakan bagaimana perkembangan putra keempatnya dalam berlatih main golf.

Setelah mengetahui bahwa putra keempatnya memiliki talenta, Soewarso Pawaka benar-benar all out dalam mendukung kiprah anaknya.

Hasilnya sangat positif.Terbukti ketika untuk pertama kalinya Kemal mengikuti kejuaraan junior di Pangkalan Brandan pada 1975, dia masuk ke urutan sepuluh besar.

Setelah itu, setiap kali ada kejuaraan golf junior, baik di dalam maupun luar negeri seperti di Filipina dan Taiwan, Kemal selalu berpartisipasi.Puncaknya adalah ketika pada 1976 Kemal Pawaka menjadi juara junior Indonesia — padahal dia baru pada 1974 mengenal olahraga golf.

Hal tersebut membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh Djali Asnam kepada Soewarso Pawaka bukan “pepesan kosong”!

Setelah lulus dari SMP Vanlith, pegolf berusia 57 tahun yang murah senyum dan tampak awet muda ini, melanjutkan sekolahnya ke SMA Negeri I yang berlokasi di Jalan Boedi Oetomo (Boedoet) Jakarta Pusat, yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya di Kompleks Siliwangi.

Setelah lulus dari SMA Boedoet pada 1979, setahun kemudian ayah dari dua orang anak laki-laki ini, melanjut kuliah di Amerika Serikat.Tepatnya di Indiana Institut Of Teknologi jurusan Business Administration yang berada di Vort Wayne.

Setelah berada di Amerika Serikat, Kemal Pasha Pawaka —- demikian nama lengkapnya —- menyadari bahwa permintaan ayahnya agar dia belajar bermain golf benar-benar mencapai tingkat kebenaran yang tak terbantahkan.

“Karena saya mempunyai kemampuan bermain golf, bersama teman-teman dari negara lain yang sama-sama study di Indiana Institut of Technologi yang juga bisa bermain golf, kami sering mewakili institut dalam event golf antar kampus yang diselenggarakan di kota-kota besar yang ada di Amerika Serikat,” ujarnya bersemangat dengan mata berbinar-binar.

Tiga tahun menempuh study di Amerika Serikat, selain lulus tepat waktu pada 1983, Kemal juga mendapat banyak teman.”Kalau pada waktu saya masih di SMP saya menolak ketika ayah saya menyuruh saya belajar bermain golf, mungkin saya akan menjadi orang yang ‘kuper’,” katanya sambil tertawa.

Tapi, katanya lebih lanjut, dia sering bertanya-tanya dalam hati, ada maksud apa sebenarnya ayahnya menyuruh dia belajar bermain golf. Apakah hanya sekadar agar dia memiliki banyak teman atau ada maksud lainnya.

Ternyata “misteri” yang selalu mengusik rasa ingin tahunya itu akhirnya terjawab setelah Kemal kembali ke Indonesia.

Suatu hari, Kemal, yang lupa tanggal dan bulannya, tapi yang jelas peristiwanya terjadi satu tahun —- tepatnya pada 1984 —-setelah dia kembali dari Amerika.

Kepada ayah dan ibunya, dia mengungkapkan isi hatinya ingin bekerja di perusahaan milik orang lain.

“Tujuannya saya ingin mengaplikasi ilmu yang telah saya pelajari di Amerika sekaligus untuk mencari pengalanan.Tapi, ibu tetap membujuk saya untuk bekerja di perusahaan yang dirintis oleh ayah saya … ”

“Terus terang, saya sempat shock juga pada saat itu, karena ibu saat membujuk saya sambil menangis …”

“Rupanya ibu disuruh oleh ayah saya yang sebelumnya telah minta saya agar jangan bekerja di perusahaan milik orang lain. Tapi saya tetap kukuh pada pendirian saya ….”

Akhirnya ke-“keras”-an hati Kemal luluh. Dia mengurungkan niatnya untuk bekerja di perusahaan milik orang lain.Dan, setelah dia mengabdikan dirinya sepenuh hati untuk perusahaan yang telah dirintis oleh sang ayah, tahulah dia kenapa dia disuruh belajar bermain golf, kuliah di Amerika Serikat dan tidak diizinkan mengikuti jejak ayahnya menjadi tentara.

Rupanya “strategi” Soewarso Pawaka “merancang” generasi penerus yang diharapkan bisa menjadi pewaris usaha yang telah dirintis sejak 1972 itu, berhasil. Dan, Kemal Pawaka sendiri sejak “bergabung” dengan perseroan terbatas yang dirintis oleh ayahnya, tidak pernah tertarik lagi untuk bekerja di perusahaan milik orang lain.Sampai sekarang!

Seperti diketahui, Soewarso Pawaka yang kini telah tiada, semasa masih aktif sebagai anggota TNI, pada 1972 mulai merintis usaha di bidang perminyakan khususnya bahan bakar untuk kendaraan bermotor.

Mendiang Soewarso Pawaka yang berpangkat Kolonel bahkan pada 1978 berani mengambil keputusan pensiun dini demi keluarga dan anak-anaknya dan lebih berkonsentrasi untuk menjalankan usaha yang telah dirintisnya sejak 1972 tersebut di bawah bendera PT Warso Dharma Utama.

“Kami terdiri dari enam bersaudara. Tiga orang kakak saya, wanita.Saya adalah anak nomor empat dan anak laki-laki paling besar.Karena dua adik saya masing-masing anak nomor lima juga wanita dan yang bungsu atau anak nomor enam adalah laki-laki.”

Menjawab pertanyaan tentang keputusan pensiun dini yang diambil ayahnya, Kemal Pawaka mengungkapkan bahwa mendiang ayahnya ingin men-“jadi”-kan putra-putrinya agar dapat mengaktualisasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat dengan bekal pendidikan yang tinggi dan tidak bergantung kepada orang lain.

Komisaris utama PT Warso Dharma Utama ini masih tetap aktif bermain golf.Tak hanya practice di driving range secara rutin, akan tetapi aktif juga mengikuti turnamen amatir.Dia bahkan pernah lolos seleksi untuk tampil di Indonesia Open, yang berlangsung di Swarna Golf Club – Cengkareng beberapa tahun lalu, untuk bersaing memperebutkan gelar lowest amateur.

“Apa tidak mengganggu kesibukan Bapak di kantor?”

“Tidak,” sahutnya, cepat.”Karena, saya baru akan menuju ke driving range atau bermain golf bersama teman-teman, kalau segala urusan pekerjaan di kantor sudah beres … Bahkan saya mempersilakan staf saya untuk menghubungi saya saat saya sedang bermain golf, terutama kalau ada masalah yang sangat urgent di kantor,” tambahnya.

Bagi Kemal golf adalah olahraga yang sangat cocok baginya yang telah berusia lebih dari limapuluh tahun. “Kalau tidak ada teman, saya bisa main sendiri.Tapi, kalau pas sampai di golf course ada yang mengajak main, kami bisa joint.Kenapa tidak?” katanya.

Tapi, karena dia mulai bermain golf sejak berusia 14 tahun sampai sekarang dan nyaris tanpa jeda, maka wajar kalau dia termasuk kategori pegolf “tua-tua keladi”.

Paling tidak, dia masih mampu bermain golf lebih dari 18 hole.Tak hanya dalam format stroke play permainan Kemal disegani oleh para kompetitornya — dalam format match play pun sangat diperhitungkan terutama di lingkungan para pegolf reguler non atlet.

“Tapi, mainnya harus pakai club car, lho.Kalau jalan kaki, saya menyerah.Biasa,Mas,faktor U,” katanya sambil tertawa lepas.”Oleh karena itu, saya tidak ikut match play credit suisse di Gunung Geulis bulan September lalu, karena pesertanya diharuskan berjalan kaki,” tambahnya.

Dan, kalau hasil torehan prestasi yang telah diukirnya disebutkan satu persatu, akan merupakan sebuah daftar yang sangat panjang.Yang jelas, Kemal Pawaka pernah dinobatkan sebagai pegolf amatir reguler non atlet terbaik di Indonesia oleh GolfDigest beberapa waktu yang lalu.

Kini, Komisaris Utama PT Warso Dharma Utama (yang sejak perseroan terbatas tersebut berdiri sampai sekarang tetap menjadi rekanan Pertamina) itu memiliki jabatan sekaligus kesibukan baru yang berhubungan dengan olahraga golf.

“Per Agustus lalu saya diminta untuk membantu pak Sim (HMP Simatupang.Red) setelah beliau terpilih kembali menjadi Ketua Umum Jakarta Golf Club (JGC) Rawamangun,” katanya.

“Jabatan apa yang dipercayakan oleh pak Sim kepada Anda?”

“Sebagai Captain Cours … Terus terang saja ini adalah suatu kehormatan buat saya … Oleh karena itu, saya akan bekerja seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang saya miliki.”

 

Job desk seorang Captain Course antara lain harus bisa memediasi apabila dalam sebuah turnamen terjadi dispute yang berhubungan dengan rule of golf, dan mendampingi para tamu VVIP dari negara-negara yang punya perwakilan tetap di Indonesia apabila mereka bermain golf di Jakarta Golf Club (JGC), Rawamangun, Jakarta Timur —- salah satu dari lima lapangan golf tertua di dunia yang dibangun pada 1872.

“Berarti nanti Anda tidak bisa ikut turnamen seperti waktu-waktu sebelumnya?”

“Masih bisa,” sahut Kemal, cepat. “Pak Sim tahu siapa saya, sehingga beliau tetap mengizinkan saya mengikuti turnamen. Bahkan beliau telah mengontrak orang untuk mendampingi saya sebagai asisten,” tambahnya.

Dengan padatnya kesibukan yang dilakoninya sehari-hari —- seperti yang kemudian disampaikan Kemal Pawaka kepada IndependensI.com —- secara tegas dikatakan bahwa selama kegiatan yang dilakukannya mendapat izin dari istri dan kedua anaknya, tidak akan ada masalah.

Yang jelas, betapa pun padatnya kesibukan yang dilakukannya setiap hari, sebagai seorang ayah, Kemal Pawaka masih bisa meluangkan waktu untuk membantu salah seorang putranya yang menjadi vocalis sebuah group band ketika sang putra akan performane di sebuah resto ternama yang berlokasi di kawasan jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, beberapa hari sebelum wawancara ini berlangsung… (Toto Prawoto)