Kementerian PUPR Terus Tingkatkan Kualitas Tata Kelola Pengadaan Barang dan Jasa

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) –Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan peningkatan kualitas tata kelola pengadaan barang dan jasa (PBJ) konstruksi mengacu pada Perpres No.54/2010 dan perubahannya tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Peningkatan kualitas dilakukan dengan perbaikan di tiga sisi yakni tahapan pengadaan, kelembagaan unit layanan pengadaan dan sumber daya manusia.

Perbaikan sangat penting untuk memperkuat penerapan sistem manajemen mutu pekerjaan konstruksi Kementerian PUPR. Pada tahun 2017, dari Rp 104 triliun anggaran Kementerian PUPR sekitar 75% merupakan pekerjaan kontraktual dengan jumlah paket sebanyak kurang lebih 12.700 paket baik paket kontrak tahun tunggal maupun tahun jamak.

Poin-poin penting tersebut disampaikan Menteri (PUPR) Basuki Hadimuljono didepan para Pejabat Tinggi Madya, Pratama, para Kepala Balai dan Satuan Kerja dari seluruh Indonesia pada acara rapat kerja di Gedung Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta, Sabtu (11/11/2017).

Tahapan PBJ dimulai dari perencanaan kebutuhan, pemilihan penyedia jasa, dan pelaksanaan pekerjaan. “Seringkali kita menganggap bahwa PBJ adalah “hanya” pada proses lelangnya saja. Tetapi dalam Perpres 54/2010 telah disebutkan bahwa PBJ meliputi persiapan termasuk di dalamnya adalah rencana pemaketan yang harus didasarkan pada kriteria kesiapan (readiness criteria). Tertib pada setiap tahapan pengadaan, mulai dari tahapan perencanaan sampai serah terima hasil akhir pekerjaan akan menjamin kualitas infrastruktur yang dibangun,” tegas Menteri Basuki.

Sementara itu Kepala Balitbang yang juga menjabat selaku Plt. Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Danis H. Sumadilaga lebih terperinci menjelaskan bahwa terpenuhinya kriteria kesiapan menjadi dasar dilaksanakannya tahap pemilihan penyedia.

Kriteria kesiapan terdiri dari kesiapan lahan, dokumen lingkungan AMDAL atau UKL dan UPL, studi kelayakan, proses pengajuan persetujuan tahun jamak (untuk paket tahun jamak) dan identifikasi dan alokasi risiko proyek. Bagi pekerjaan tunggal persyaratan dilengkapi dengan desain rinci pekerjaan (DED) termasuk gambar desain, spesifikasi teknis, dan daftar kuantitas dan harga (bill of quantity).

Sedangkan untuk pekerjaan terintegrasi rancang bangun (design and build) dilengkapi dengan data peta geologi teknis lokasi pekerjaan, referensi data penyelidikan tanah/geoteknik untuk lokasi terdekat dengan lokasi pekerjaan, penetapan lingkup pekerjaan secara jelas dan terinci, kriteria desain, standar/code pekerjaan yang berkaitan, dan standar mutu, serta ketentuan teknis pengguna jasa lainnya.

Dalam rancangan kontrak sesuai dengan Permen PU NO.07/2011 JO 31/2015, untuk pekerjaan konstruksi tunggal perlu memperhatikan apabila kontrak harga satuan maka harga bersifat pasti dan tetap untuk setiap item pekerjaan, volume masih bersifat perkiraan sementara dan pembayaran dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan.

Sementara apabila jenis kontrak lump sum maka jumlah harga yang pasti dan tetap serta risiko sudah sangat diketahui dan menjadi tanggung jawab oleh penyedia jasa. Untuk pekerjaan terintegrasi hanya dilakukan dengan kontrak lump sum sehingga risiko sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa seperti kenaikan harga bahan bakar minyak.

Sementara untuk pekerjaan jasa konsultansi, kontrak harga satuan berdasarkan input (tenaga ahli dan biaya-biaya langsung terkait), misalnya manajemen konstruksi dan survey. Untuk kontrak lump sum berdasarkan atas produk keluaran (output based) seperti desain studi dan produk hukum.

Dari sisi kelembagaan dilakukan penguatan organisasi dan independensi kelompok kerja (Pokja). Kini penetapan Pokja PBJ dilakukan oleh Kepala ULP yang sebelumnya dilakukan oleh para Kepala Satuan Kerja. Kepala ULP juga diberikan kewenangan tidak hanya membentuk tim pelaksana untuk membantu tugas hariannya, namun juga membentuk tim peneliti untuk membantu mengawasi seluruh tahapan proses pemilihan/seleksi di ULP dan melaporkan apabila ada penyimpangan dan/atau indikasi penyimpangan kepada Kepala ULP. Pokja memiliki anggota dari lintas Satker dan lintas unit organisasi.

Pengawasan dilakukan mulai dari Rencana Umum Pengadaan (RUP), pengalokasian anggaran, kaji ulang RUP, Rencana Pelaksanaan Pengadaan (RPP), kaji ulang RPP, Rencana Pemilihan Penyedia (RPLP), melaksanakan proses pemilihan/ seleksi. Kementerian PUPR memiliki sebanyak 35 ULP (1 kantor pusat dan 34 di provinsi) dengan 978 Pokja ULP yang beranggotakan total 2.925 orang.

Untuk mendukung PBJ, Kementerian PUPR memiliki sistem pengendalian mandiri dan sistem PBJ terintegrasi melalui akses http://ulp.pu.go.id dan http://ifsm.bpjk.info untuk mempermudah Kepala Satuan Kerja, PPK, Pokja dan PPHP dalam mengendalikan pelaksanaan seluruh tahapan pengadaan. Selain itu memudahkan perekaman dokumen secara elektronik. Kementerian PUPR juga memiliki sistem monitoring kemampuan Pokja ULP dan memberikan informasi terkait modul-modul PBJ yang dapat diakses di http://kompetensi.pemantauan.info.(***)