Tuan Guru Bajang Menyadarkan Bangsa

Loading

IndependensI.com – Sudah satu minggu berselang, perpolitikan kita diwarnai langkah, sikap dan kepribadian Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi, karena secara terbuka dan tanpa tedeng aling-aling mendukung Joko Widodo sebagai Presiden periode kedua (2019-2024).

Tuan Guru alumni Al Azhar Kairo dari Mesir ini yang juga Gubernur dua periode di Nusa Tenggara Barat (NTB) berdasarkan pengalaman untuk membangun dan merampungkannya tidak cukup lima tahun, sebagaimana dia alami di daerahnya.

Sebagai pelayan masyarakat, pada periode pertama hanya meletakkan dasar-dasarnya saja, untuk merampungkannya butuh waktu bagi orang yang sama. Sebab kalau ganti pemimpin secara tak langsung akan ganti kebijakan, untuk itu sesuai dengan perencanaan yang baik dan benar waktu dua periode itu perlu.

Pengalamannyalah yang dia kemukakan, agar kepada Joko Widodo diberikan kesempatan untuk merampungkan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya satu periode lagi sebagaimana ditentukan UUD, sehingga apa yang dimulai Jokowi harus diakhiri dan diwujud-nyatakan untuk kemaslahatan umat, bangsa dan masyarakat.

Sebagai Tuan Guru, ulama besar dan guru bangsa ia menyatakan dengan tegas, bahwa apa yang dikemukakannya itu adalah berdasarkan akal sehat. Dengan kata lain, bahwa akal sehat Tuan Guru Bajang adalah menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Sebagai Tuan Guru dia mengemukakan isi hati-sanubarinya sesuai akal sehat tidak dipengaruhi kepentingan-kepentingan yang kecil atau partisan selain kepentingan masyarakat bangsa dan negara.

Kemampuan yang dimiliki Ketua Alumni Al Azhar berdasarkan iman dan ke-taqwaannya, dia sadar akan nilai positif dan negative dari sikap dan pernyataannya itu, dan sesuai dengan kematangannya dalam penyelenggaraan pemerintahan, berbangsa dan bernegara, maka ia melihat dia harus berbuat yang sesuatu yang baik, kalau tidak berbuat tentu menyalahi iman dan keilmuannya.

Sebagai negarawan, dia berupaya menghindari terjadinya perpecahan diantara sesama anak bangsa dan yang terpenting agar ajaran-ajaran keagamaan digunakan untuk kedamaian dan perdamaian sebagaimana ajaran yang diimaninya, Islam yang rahmatan lil’ alamin yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta..

Tuan Guru Bajang sadar atas kedudukannya sebagai Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, tetapi sebagai negarawan dan Guru Bangsa, dia lebih bertanggung jawab kepada nuraninya daripada ke partai, tentu apapun risikonya TGB lebih mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa ini.

Partai Demokrat yang berpolitik santun, bersih dan beretika, sadar akan apa yang dilakukan seorang Tuan Guru, ulama besar dan negarawan, sebab dengan pernyataan mendukung Jokowi dua periode tidak ada yang salah. Karena kemenangan Jokowi bukan di tangan Tuan Guru Bajang, melainkan di tangan pemilih yaitu rakyat, dan itu sah-sah saja, sama sekali tidak mengurangi kiprah Partai Demokrat pada Pilpres mendatang. Oleh karenanya adalah hak Partai Demokrat untuk menentukan sikap terhadap TGB, sebagai internal partai, hanya saja sebaiknya tidak melawan akal sehat.

Sebagai Tuan Guru dan ulama besar, Zainul Majdi juga memberikan peringatan kepada para tokoh masyarakat dan ulama terutama tokoh politik, bahwa untuk membangun bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945 dibutuhkan kejujuran dan kerja keras semua pihak, sebagaimana yang dilakukan di NTB sehingga tingkat kehidupan masyarakat NTB sekarang di atas daerah lain.

Dengan berpedoman pada pelaksanaan pembangunan di daerahnya itulah, TGB melihat apa yang dilakukan Jokowi secara nasional, belum rampung dan harus dilanjutkan.

Mungkin yang lebih membuat hati sang Tuan Guru teriris-iris adalah ketidaknyamanan bathinnya menyaksikan berbagai sikap, ujaran dan kadang-kadang menjurus fitnah yang terjadi belakangan ini di antara sama anak bangsa. Sebagai ulama tentu hal itu tidak sesuai dengan iman dan taqwanya, di saat itulah dia tampil mengajak semua komponen bangsa untuk kembali kepada saling asih, asah dan asuh.

Sekaliber Tuan Guru Bajang tentu lebih mendahulukan kemaslahatan umat dan masyarakat serta akal sehat, tidak mungkin mengorbankan harkat dan martabatnya yang ada untuk kepentingan sempit. Sebagai ulama dia sadar bahwa jabatan dan kedudukan itu adalah amanah dan berkat dari Tuhan Allah, sehingga tidak ada yang bisa menghambat kalau sudah dianugerahkan. (Bch)