OTT KPK Cuma Hiburan?

Loading

IndependensI.com – Apa yang dikemukakan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Prof. Dr. Amin Rais, bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK cuma hiburan, menarik untuk disimak. Kalau dikaitkan dengan kasus BLBI dan Bank Century dan barangkali juga Petral dan pelaksanaan OTT kayaknya kurang nyambung. Tapi biarlah KPK yang menimbang kasus-kasus tersebut untuk diselesaikan secara adil dan benar.

Namun ada baiknya kita kali ini khusus menilik OTT KPK yang menyangkut dugaan suap dalam pembangunan proyek PLTU Riau-1 tapi bukan hanya sekedar tontonan, tetapi lebih dari itu. Tetapi sudah menyangkut kesadaran hukum, urat malu, kecerakahan, etika dan moral, harga diri serta harkat dan martabat.

Yang dicokok bukan tanggung-tanggung, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, Eni Maulani Saragih, isteri Bupati Temanggung terpilih, ditangkap di rumah dinas Menteri Sosial yang mantan Sekjen Partai Golkar lagi. Pengusaha termasuk terkaya di Indonesia Johannes Budisutrisno, bos perusahaan besar Apac Group pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd, yang puluhan tahun seolah kebal hukum di mata Polri dan Kejagung, ditengarai menyerahkan dana yang terkena OTT sebanyak Rp. 500 juta.

Diduga penyerahan ke-4 sebab tiga kali sudah berlangsung, sehingga jumlahnya Rp. 4,8 miliaar yaitu sama dengan 2,5 % dari nilai proyek, berarti nilai proyek Rp. 1,92 triliun.
Eni mengakui dalam suratnya dua halaman tulisan tangan yang dikirimkannya setelah yang ditahan KPK, kedekatannya dengan Johannes Kotjo dan Dirut Utama PLN Sofyan Basir. Berarti masih ada tontotan berikutnya?

Menurut Basaria Panjaitan, Wakil Ketua KPK m penyerahan yang ke-4 sebanyak Rp 500 juta dari Rp 4,8 miliar. Pertanyaannya, apakah untuk Eni Maulani pribadi atau mengucur ke pihak lain? Apakah ada untuk biaya politik suaminya Muhammad Al Khadziq, yang memenangkan Pilbub di Temanggung? Masih banyak episode-episode yang akan diungkap KPK.

Bupati terpilih dan Dirut PLN Sofyan Basir diperiksa dan rumah serta kantor berkoper-koper berkas diangkut penyidik KPK, tetapi belum ada clearence dan Sofyan Basir mengatakan statusnya sebagai saksi saja.

Pertanyaan berikutnya, komisi 2,5 % ke Eni Maulani itu diketahui pihak PLN atau tidak atau bahkan justru kebagian juga? Sebab kalau hanya oknum anggota DPR 2,5 % bagaimana ke pihak lain ?

Mungkin benar sinyalemen Prof Amin Rais bahwa OTT KPK telah menjadi tontonan atau hiburan dari segi ramenya, sebab mengutip komentar di tahanan KPK konon setiap minggu ada pertanyaan, siapa menyusul? Karena mereka tahu bahwa masih banyak yang seperti mereka namun tidak bernasib sial, tertangkap.

Tetapi apa yang dilakukan KPK adalah suatu keharusan, kalau KPK belum menyentuh atau menuntaskan BLBI, Bank Century dan kasus-kasus lain, tidaklah wajar meloloskan hilang uang negara dan pembangunan PLTU Riau 1 habis dimakan koruptor seperti Hambalang atau proyek listrik yang mangkrak misalnya.

Hendaknya semua anggota masyarakat apalagi para tokoh nasional harus mendukung KPK sesuai dengan hukum yang berlaku untuk membersihkan bangsa ini dari korupsi. Kalau KPK tidak bisa menyelesaikannya seperti urut kacang atau petik jagung, silahkan diingatkan dan didorong untuk tetap melaksanakan tugasnya.

Di satu sisi memang ada perlunya KPK mengevaluasi kinerja, dan sekaligus mengingatkan, atau perlu dipikirkan agar tidak terjadi OTT, misalnya apakah tidak bisa diingatkan para pihak yang ditengarai akan melakukan korupsi untuk tidak melakukannya?

Sebab dari keterangan Basaria, penyerahan suap itu telah dilakukan Desember 2017  lalu sebesar Rp 2 miliar kemudian Maret 2018 Rp 2 miliar, kemudian Juni Rp 300 juta dan 13 Juli 2018 lalu Rp 500 juta. Barangkali perlu dipikirkan apa tidak ada acara lain agar tidak sampai OTT?

Secara khusus juga kepada Pemerintah untuk memberi dukungan sepenuhnya kepada KPK terutama personil Penyidik, Penuntut Umum serta Hakim agar proses persidangan dapat berjalan lancar sebagai suatu kebutuhan mendasar dalam menuntaskan perkara, sehingga yang terungkap di persidangan harus secara konseken KPK menuntaskannya, tidak adil hanya uji petik.

Harus disadari bersama, ternyata, walaupun ada OTT setiap minggu, tidak menimbulkan takut para pelaku, terbukti Anggota DPR Eni Maulani Saragih, pengusaha besar dan orang kaya Johannes Budistrisno Kotjo. Mungkin sekarang KPK sudah menentukan targetnya lagi, kita tunggu siapa menyusul. (bch)