Kita Indonesia Bangsa Beradab

Loading

IndependensI.com -Berita tentang penganiayaan Ratna Sarumpaet sempat viral di media sosial dan ramai diberitakan di media massa mainstream.  Berbagai spekulasi pun muncul tentang siapa pelaku penganiayaan yang tidak beradap itu, apalagi dikaitkan dengan Pilpres 2019, di mana Ratna Sarumpaet menjadi juru kampanye salah satu Capres/Cawapres yakni Prabowo Subianto/Sandiaga Uno.

Tidak perlu menunggu waktu berlama-lama, kebenaran itu akhirnya terungkap. Ratna Sarumpaet sudah mengaku berbohong, bahwa ia tidak mengalami penganiayaan di Bandung. Dan tokoh kontroversial ini juga mengaku salah dan meminta maaf kepada semua pihak, terutama kepada Calon Presiden 2019 No. Urut 02 Prabowo Subianto dan Prof. Dr. Amin Rais yang kedua tokoh itu dengan sabar mendengar kebohongannya.

Ratna dalam jumpa pers di rumahnya di Bukit Duri Jakarta Selatan Rabu (3/10/2018) mengatakan dia tidak benar dianiaya orang-orang, tetapi dia menjalani operasi plastik sedot lemak dari wajahnya di satu rumah sakit kecantikan di Jakarta Pusat. Dia hanya mencari alasan aja ke anak-anaknya, penyebab mukanya lebam-lebam itu akibat dianiaya orang, tetapi tidak disangka menimbulkan kegaduhan.

Siapapun akan iba melihat seorang nenek berusia 70 tahun dengan muka lebam-lebam dianiaya orang apapun alasannya. Jadi tidak bisa disalahkan, siapapun yang bersimpati kepada korban ketidakadilan terhadap seorang nenek tua karena perlakuan seperti itu adalah perbuatan biadab.

Kalau Prabowo Subianto dan Amin Rais menemui Ratna Sarumpaet, adalah suatu hal yang manusiawi, menjenguk orang sakit adalah perbutan baik dan mulia. Lepas dari posisi Ratna Sarumpaet sebagai juru kampanye nasional Capres/Cawapres Prabowo-Sandiaga Uno, siapapun tidak salah atau tidak dapat dipersalahkan memberi simpati dan perhatian kepada orang yang terkena musibah.

Kalau orang yang diberi simpati itu berbohong, seperti halnya Ratna Sarumpaet sebagaimana pengakuannya bahwa dia berbohong dan menyatakan dengan tegas dan terang-benderang tidak ada penganiayaan terhadap dirinya, Ratna Sarumpaet dong yang salah.

Justru mereka-mereka yang terkena dan terimbas kebohongan itu harus dikasihani, sebab mereka-mereka sebagai tokoh dan intelektual-cendekiawan terkena tipu muslihat dari seorang nenek tua seperti dalam permainan sandiwara.

Kita bukan bangsa dan masyarakat yang kurang pekerjaan, tugas dan tanggung jawab kita terhampar luas dan berat menghadapi musibah, ratusan saudara kita wafat akibat gempa dan tsunami di Palu dan Donggala Sulawesi Tengah, mungkin ratusan ribu masih mengungsi, bencana yang menimpa Lombok saja belum pulih.

Kalau kebohongan Ratna Sarumpaet telah melukai hati dan perasaan serta kasih suci yang bersimpati dan berempati kepadanya, wajar geram, marah tetapi tidak ada gunanya membencinya apalagi balas dendam. Ratna adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, sekalipun itu dilakukan secara sengaja.

Oleh karenanya tidak pada tempatnya para tokoh dan elit politik yang merasa “tertipu” itu untuk melaporkan Ratna Sarumpaet ke Kepolisian atau menghujat serta mencemoh sekalipun.

Yang perlu barangkali adalah menjadikan Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet itu dijadikan pelajaranuntuk introspeksi, dalam arti supaya cermat agar tidak terperosok dan hati-hati agar tidak tersandung.

Sebagai politisi memang selalu mencari alasan untuk tampil dan menang tetapi jangan seperti semut yang ketemu madu, karena senang dan lahapnya selain sulanya turut juga kaki tertancap ke dalam madu.

Tidak pada tempatnya pula menggunakan “Kasus Kebohongan” Ratna Sarumpaet menjadi alat pemaaf membersihkan diri serta menarik simpati, tidak pada tempatnya pula “Kasus Kebohongan” Ratna Sarumpaet itu dijadikan alat pemukul untuk menyerang lawan.

Menurut kita kalau ada yang menangguk di kasus itu berarti “mereka” masih di bawah “kemampuan” Ratna Sarumpaet, sebab “menari-nari dengan gendang” Ratna Sarumpaet.

Adalah aneh kalau sekaliber Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno melaporkan Ratna Sarumpaet ke Kepolisian. Orang seperti Ratna itu tidak perlu dianianaya-pun sudah teraniaya oleh dirinya sendiri.

Karena Ratna Sarumpaet sudah mengaku sebagai pencipta hoax dan mendapat bisikan dari setan mana, dan jelas-jelas mengaku salah dan minta maaf kepada orang-orang yang “tertipu” karenanya, maka tidak pada tempatnya lah orang-orang yang “tertipu” hoax itu dilaporkan ke polisi.

Sebagai bangsa beradab marilah semua kembali ke nurani masing-masing untuk mengevaluasi hati dan pikiran masing-masing agar tidak “tertipu” oleh hoax, apalagi membuat hoax, dalam arti kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, dan lawan politik juga tidak perlu dijelek-jelekkan apalagi menghalalkan segala cara untuk mengalahkannya, bermainlah sesuai aturan dan hati nurani, kalau Tuhan Allah menentukan, tidak ada yang melawan.

Ratna Sarumpaet idola masa lalu seharusnya menikmati masa tua yang damai dan selesai dengan dirinya, tidak sepantasnya hal-hal seperti itu terjadi, ada apa yang terjadi pada bangsa yang beradab, Indonesia. (Bch)