James Riady : Saya Tidak Tahu Menahu Soal Suap Bupati Bekasi

Loading

JAKARTA (independensi.com) – CEO Lippo Group James Riady mengaku dirinya sama sekali tidak tahu menahu soal kasus suap Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin terkait proses perizinan Meikarta. Bahkan, dirinya siap mendukung KPK untuk mengusut perkara itu sampai tuntas.

“Izinkan saya juga menyampaikan bahwa saya pribadi tidak mengetahui dan tidak ada keterlibatan dengan kasus suap yang di Bekasi,” ujar James di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (30/10/2018).

Bos Lippo Group ini menjalani pemeriksaan hampir selama 9 jam. Dia mengaku dicecar penyidik KPK dengan 59 pertanyaan. “Saya sungguh apresiasi sikap KPK itu yang begitu profesional dan ramah, itu saya sangat apresiasi. Selanjutnya saya akan terus kooperatif dan mendukung KPK dalam melaksanakan tugasnya dan setiap saat pun saya bersedia memberikan pernyataan lagi,” ucap James.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan sebelumnya mengatakan penyidik KPK berupaya menelisik dugaan pertemuan James dengan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Pemeriksaan James, menurut Basaria, termasuk penguatan keterangan saksi dan sangkaan kepada para tersangka.

“(Lalu) kemungkinan pengungkapan penyelidikan itu apakah ada sangkut pautnya, itu biasanya yang selalu dilakukan oleh penyidik, dalam hal ini James Riady, kalau dipanggil ke sini, Pak James ini kebetulan yang bersangkutan merupakan CEO dari Lippo, yang membawahi Meikarta tersebut, sudah barang tentu penyidik ingin mengetahui paling tidak apa beliau itu dalam kapasitas itu kewenangannya apa saja,” kata Basaria.

Nama James Riady tertulis sebagai saksi untuk tersangka Billy Sindoro dalam jadwal pemeriksaan KPK. Namun, menurut Kabiro Humas KPK Febri Diansyah sebelumnya, keterangan James diperlukan untuk sembilan tersangka.

Sembilan tersangka itu termasuk Bupati Neneng dan Billy, yang disebut sebagai Direktur Operasional Lippo Group. Para tersangka dari jajaran Pemkab Bekasi diduga menerima Rp 7 miliar terkait perizinan proyek Meikarta. Duit itu disebut sebagai bagian dari fee fase pertama yang bernilai total Rp 13 miliar.