Mantan pemilik BDNI Sjamsul Nursalim

MAKI Dukung KPK Sidangkan Sjamsul Nursalim Secara “In Absentia”

Loading

Jakarta (Independensi.com)
LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menyidangkan mantan bos atau pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim tersangka kasus korupsi penyimpangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) secara “In Absentia” atau tanpa kehadiran terdakwa.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebutkan langkah KPK tersebut sudah tepat karena dipastikan Sjamsul Nursalim sampai mati tidak akan pulang atau sulit memulangkannya dari luar negeri ke Indonesia.

“Selain itu dikejar waktu tahun 2022 kasusnya akan kadaluarsa jika tidak disidangkan. Karena waktu kejadian pada tahun 2004 ditambah 18 tahun daluarsa suatu perkara,” kata Boyamin kepada Independensi.com, Senin (3/6/2019).

Dia menyebutkan persidangan tanpa kehadiran dari Sjamsul Nursalim demi keadilan dan guna mengejar pengembalian kerugian negara. “Memang butuh perjuangan berat dan ini bentuk keberanian KPK untuk menuntaskan kasus besar seperti BLBI.”

Apalagi, kata Boyamin, Sjamsul Nursalim lama baru menjadi tersangka karena terlalu banyaknya intervensi dan terdapat kelemahan dari aparat penegak hukum yang tidak tahan godaan seperti terjadi pada jaksa Urip Tri Gunawan.

“Jadi jika bukan KPK yang menanganinya yakinlah perkaranya akan mentok. Ini sudah terbukti di Kejaksaan Agung,” ucap Boyamin.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta Selasa (28/5/2019) mengungkapkan bahwa KPK telah menetapkan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka dana BLBI dan berencana menyidangkannya secara In Absentia.

Menurut Alex upaya yang dilakukan KPK dalam rangka pengembalian kerugian negara dari kasus BLBI sebesar Rp4,58 triliun. Dikatakannya saat ini melalui Unit Labuksi atau Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi, KPK sedang melacak aset-aset Sjamsul Nursalim.

Sjamsul Nursalim ditetapkan menjadi tersangka dari pengembangan kasus terdakwa mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temanggung yang telah lebih dahulu diadili dan sudah dihukum Pengadilan Tipikor Jakarta 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Hukuman Syafruddin kemudian diperberat Pengadilan Tinggi Tipikor Jakarta menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan kurungan.(MUJ)