Buronan kasus korupsi cessie Bank Bali terpidana Djoko Soegiarto Tjandra (berdasi) diduga gunakan identitas baru untuk PK.(ist)

Lolos dengan Identitas Baru, Mahkamah Agung Harus Tolak PK Djoko Tjandra

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Mahkamah Agung diminta untuk menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Soegiarto Tjandra buronan kasus korupsi cessie Bank Bali yang sudah berstatus terpidana dua tahun penjara.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan PK Djoko Tjandra harus ditolak atau tidak dapat diterima karena saat mengajukan PK diduga memakai identitas baru yang berbeda dengan putusan pengadilan.

“Identitas baru diduga diperoleh Djoko Tjandra saat mengajukan permohonan menjadi WNI dari WN Papua Nugini melalui Pengadilan Negeri di Papua Nugini,” kata Boyamin, Kamis (2/7).

Modusnya, ungkap Boyamin, dengan mengubah namanya dari semula Djoko Soegiarto Tjandra menjadi Joko Soegiarto Tjandra dengan menghilangkan huruf D di nama awal ejaan lama menjadi ejaan baru.

Dia menduga dengan indetitas baru, Djoko Tjandra yang telah kembali berkewarganegaraan Indonesia lolos ke Indonesia, bahkan bisa mendaftakan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Karena dengan berubah nama dari Djoko jadi Joko menjadikan data di paspor tidak terdeteksi pihak Imigrasi. Hal ini pernah dibenarkan Menkumham Yasona Laoly bahwa tidak ada data di imigrasi atas masuknya Djoko S Tjandra,” ucap Boyamin.

Padahal, tuturnya, berdasarkan pemberitaan Djoko Tjandra sudah kabur dari Indonesia sejak tahun 2009 dan telah berpindah kewarganegaraan menjadi warganegara Papua Nugini.

Oleh karena itu, tuturnya, jika mengacu paspor hanya berlaku lima tahun, maka semestinya sejak 2015 Djoko Tjandra tidak bisa masuk Indonesia.

“Atau jika masuk Indonesia mestinya langsung ditangkap petugas Imigrasi karena paspornya telah daluarsa,” kata pegiat anti korupsi ini.

Boyamin menambahkan terkait sengkarut identitas Djoko Tjandra, pihaknya akan segera melaporkan kepada Ombusdman RI guna menelusuri mal administrasi atas bobolnya sistem administrasi kependudukan dan paspor pada sistem imigrasi yang diperoleh Djoko S Tjandra.

Dia pun sangat menyayangkan Djoko Tjandra bisa leluasa masuk Indonesia dan bahkan bisa mengajukan PK. “Semua salah. Karena fungsi-fungsi penegakan hukum dan intel lembaga hukum tidak mampu mendeteksi buronan bisa masuk Indonesia,” ucapnya.

Ditambahkan Boyamin betapa mudahnya sistem administrasi kependudukan dan paspor dibobol. “Jika ini dimanfaatkan oleh musuh atau teroris. Mungkin Jakarta sudan luluh lantak,” ucapnya.

Diapun setuju dilakukannya evaluasi terhadap jajaran Intelijen Kejaksaan Agung yang dianggap paling bertanggung-jawab atas leluasanya buronan Djoko Tjandra di Indonesia.

“Karena ini menunjukan fungsi intelijen Kejagung belum berfungsi maksimal, yang semestinya bisa mengendus proses pengajuan PK Djoko Tjandra. Mengingat setiap hari selalu ada Jaksa bersidang di Pengadilan Ngeri Jaksel,” ucapnya.(muj)