Bongkar Dugaan Korupsi di Perum Perindo, Kejagung Cecar Direktur Keuangan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung kian gencar membongkar sejumlah kasus dugaan korupsi di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diduga merugikan keuangan negara. 

Terbaru Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Supardi menerbitkan surat perintah penyidikan Nomor: Print-25/F.2/Fd.2/08/2021 tanggal 2 Agustus 2021 untuk mengusut dugaan korupsi di Perum Perindo (Perusahaan Umum Perikanan Indonesia) tahun 2016-2019.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak akrab disapa Leo, Senin (23/8) mengatakan untuk mengungkap kasus tersebut tim jaksa penyidik juga sudah mulai memeriksa saksi-saksi.

Seperti pada hari ini ada dua saksi dari Perum Perindo diperiksa yakni MT selaku Direktur Keuangan dan IA selaku anggota Komite Risk Management.  Keduanya diperiksa dan dicecar terkait pengelolaan keuangan dari Perum Perindo.

Leo menyebutkan pemeriksaan kedua saksi untuk menemukan fakta hukum tentang dugaan korupsi yang terjadi di Perum Perindo. “Pemeriksaan terkait dengan apa yang saksi dengar, lihat dan alami sendiri,” ucapnya.

Kasusnya berawal ketika Perum Perindo pada tahun 2017 menerbitkan MTN (Medium Tern Notes) untuk mendapat dana dengan cara menjual prospek dalam penangkapan ikan.

Atas penerbitan MTN tersebut Perum Perindo mendapatkan dana sebesar Rp200 miliar yang cair pada Agustus 2017 sebesar Rp100 miliar dan Desember 2017 sebesar Rp100 miliar

Dana tersebut kemudian sebagian besar digunakan untuk modal kerja perdagangan. Sehingga meningkatkan pendapatan perusahaan di tahun 2016 sebesar Rp223 miliar. Selanjutnya meningkat menjadi sebesar Rp603 miliar di tahun 2017 dan mencapai sebesar Rp1 triliun di tahun 2018.

Leo menuturkan kontribusi terbesar dari Perum Perindo berasal dari pendapatan perdagangan, namun dengan pencapaian dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk melakukan perdagangan.

“Sehingga menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah, dimana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet,” ungkapnya.

Dikatakannya kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati- hati menjadikan perdagangan saat itu perputaran modal kerjanya melambat. “Akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181 miliar,” ucap Leo.(muj)