Kejari Parimo Hentikan Tiga Perkara Pidana Sekaligus melalui Restoratif Justice

Loading

JAKARTA (Independensi.com) Kejaksaan Negeri Parigi Moutong (Parimo) menghentikan penuntutan tiga perkara tindak pidana sekaligus melalui Restoratif Justice setelah berhasil memfasilitasi perdamaian antara saksi korban dengan tersangka.

“Dari ketiga perkara tersebut dua diantaranya terkait tindak pidana penganiayaan dan satu tindak pidana penadahan,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Parimo Fahrorozi kepada Independensi.com, Rabu (1/12).

Fahrorozi menyebutkan untuk perkara penganiayaan ada dua tersangka atas nama Salmia dan Rumiyanti. Sedangkan untuk penadahan atas nama Yuli Susilawati.

Dikatakannya penghentian penuntutan dilakukan setelah dia bersama Kasi Pidum Irwan Said dan Jaksa penuntut umum melakukan gelar perkara secara virtual di Aula Kejari.

Gelar perkara tersebut dihadiri dan disaksikan secara virtual oleh Koordinator pada Direktur Oharda pada JAM Pidum Kejaksaan Agung Zet Tadulango mewakili JAM Pidum dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng Firdaus mewakili Kajati.

Adapun penghentian penuntutan ketiga perkara telah memenuhi syarat dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yakni pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Kemudian ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan nilai kerugian sekitar Rp2 juta. “Selain ada perdamaian antara korban dan tersangka,” ujar Ozi demikian biasa disapa.

                                                     Dilatarbelakangi Kecemburuan

Ozi mengungkapkan untuk kasus tindak pidana penganiayaan dilatarbelakangi kecemburuan dari tersangka Salmia maupun Rumiyanti. Keduanya adalah istri ke tiga dan istri ke empat dari saksi Sukman. Setelah istri pertama dari Sukman meninggal dunia dan dengan istri kedua cerai.

Diawali ketika tersangka Salmia emosi dan kesal kepada sang suami. Karena saat dihubungi, suaminya tidak mengangkat telephone. Salmia akhirnya datang ke rumah suaminya dengan maksud meminta biaya sekolah untuk anaknya.

Saat itulah Salmia bertemu Rumiyanti sehingga terjadi keributan antara keduanya yang berujung saling lapor kepada pihak kepolisian, dan sama-sama menjadi tersangka.

Ozi mengatakan kedua tersangka kemudian sepakat damai karena jika kedua perkara diteruskan akan berdampak negatif terhadap hubungan para tersangka dengan suami mereka.

“Selain itu penyelesaian melalui pengadilan dikhawatirkan dapat menimbulkan persoalan hukum yang lebih besar dari yang sebelumnya,” ujarnya.

Sementara itu terkait kasus penadahan berawal ketika tersangka Yuli menerima satu unit handphone dari saksi Tofan dan meminta agar tersangka menjual handphone tersebut.

Padahal tersangka mengetahui handphone tersebut milik saksi korban Siti Farma yang dicuri Tofan. Handphone kemudian dijual seharga Rp950 ribu dan tersangka mendapat bagian Rp100 ribu dari Tofan.

“Uang itu oleh tersangka untuk dibelikan susu anaknya,” ucap Ozi seraya mengungkapkan kasusnya kemudian dihentikan penuntutannya karena kondisi sosial tersangka yang tidak punya pekerjaan tetap.

“Dia pun jadi tulang punggung keluarganya. Karena suaminya telah meninggal dunia dengan meninggalkan tiga orang anak yang masih kecil. Masing-masing berumur delapan, tiga dan satu tahun,” tuturnya.

Adapun perbuatan tersangka dilatarbelakangi soal ekonomi karena tidak punya pekerjaan yang tetap. “Sehingga dari sisi ekonomi tidak ada yang menanggung biaya kebutuhan hidup ke tiga anaknya jika tersangka dilakukan pemidanaan,” ucap Ozi.

Penghentian penuntutan terhadap ketiga kasus ditindaklanjuti pemberian Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) oleh Kajari Parimo kepada ketiga tersangka di Aula Kejari. (muj)