Kasus Korupsi Satelit, Mantan Dirjen dan Dirut-Komisaris PT DNK Jadi Tersangka

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 memasuki babak baru setelah Tim penyidik koneksitas dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang sebagai tersangka.

Salah satunya Laksamana Muda (Purn) AP mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan periode Desember 2013 hingga Agustus 2016. Dua lainnya yaitu SCW dan AW masing-masing selaku Direktur Utama dan Komisaris PT Dini Nusa Kesuma (PT DNK).

Direktur Penindakan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (JAM Pidmil) Kejaksaan Agung Brigjen TNI Edy Imron mengatakan penetapan ketiganya sebagai tersangka setelah dilakukan penyidikan selama empat bulan dengan memeriksa sebanyak 47 orang saksi dan juga ahli.

“Terdiri dari saksi TNI dan Purnawirawan sebanyak 18 orang, saksi sipil berjumlah 29 orang dan permintaan keterangan ahli berjumlah dua orang,” kata Edy didampingi Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (15/6).

Edy menyebutkan pemeriksaan para saksi dan ahli dilakukan Tim penyidik koneksitas terdiri dari jaksa penyidik pada JAM Pidmil dan penyidik dari POM TNI serta Oditurat Militer II Jakarta. Adapun kasusnya disidik berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Jaksa Agung Nomor: PRINT-02/PM/PMpd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022.

Dikatakannya dalam tahap penyidikan tim penyidik koneksitas juga menggeledah sejumlah tempat. Antara lain kantor PT DNK di Kawasan Prapanca Jakarta Selatan dan Panin Tower Lt. 18A Kawasan Senayan City Jakarta Pusat. “Selain itu di apartemen tempat tinggal dari tersangka SCW,” tuturnya.

Namun, tutur Edy, ketiga tersangka tidak ditahan karena selama pemeriksaan bersikap kooperatif. “Tim penyidik koneksitas juga tidak khawatir para tersangka melarikan diri karena sudah dilakukan pencegahan ke luar negeri. Tapi kalau misalnya nanti mempersulit maka kita akan langsung tahan.”

                                                                   Tanpa Surat Keputusan Menhan 

Sedangkan modusnya tersangka AP bersama-sama  tersangka SCW dan AW secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avantee bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan.

Masalahnya, kata Edy, para tersangka melakukan penunjukan langsung kegiatan sewa satelit tanpa adanya Surat Keputusan dari Menteri Pertahanan. “Karena kegiatan ini menyangkut pertahanan negara yang harus ditetapkan Menteri Pertahanan,” tuturnya.

“Kemudian tidak dibentuk Tim Evaluasi Pengadaan dan tidak ada penetapan pemenang oleh Menteri Pertahanan selaku Pengguna Anggaran setelah melalui evaluasi dari Tim Evaluasi Pengadaan (TEP),” ujarnya.

Selain itu, ungkap dia, kontrak ditandatangani tanpa adanya anggaran untuk kegiatan tersebut. “Kontrak juga tidak didukung dengan adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli.”

Edy menyebutkan juga kontrak tidak meliputi Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) sebagaimana seharusnya kontrak pengadaan. “Dalam kontrak juga tidak terdapat kewajiban bagi pihak Avantee untuk membuat/menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis,” ucapnya.

“Kemudian tidak adanya bukti dukung terhadap tagihan yang diajukan. Sedangkan spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya (satelit Garuda) sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat,” ungkap Direktur Penindakan pada JAM Pidmil ini.

Dikatakannya akibat perbuatan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp500 miliar yang berasal dari pembayaran sewa satelit dan putusan arbitrase sebesar Rp480 miliar dan pembayaran konsultan sebesar Rp20 miliar.

Sementara pasal yang disangkakan kepada ketiga tersangka yaitu melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi  Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.(muj)