Kejagung Usut Kasus Baru Dugaan Korupsi Pembelian Tanah Bermasalah oleh PT APR

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui duet JAM Pidsus Febrie Adriansyah dan Direktur Penyidikan Supardi seperti tidak pernah kehabisan “bensin” untuk terus “gaspol” mengusut sejumlah kasus dugaan korupsi di beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Terbaru Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi dalam pembelian tanah di Cinere dan Limo, Kota Depok, Jawa Barat oleh PT Adhi Persada Realti (APR) anak usaha PT Adhi Karya dan meningkatkannya dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengungkapkan peningkatan status kasus tersebut ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Nomor: Print-35/F.2/Fd.2/06/2022 tanggal 6 Juni 2022.

“Setelah sebelumnya dalam tahap penyelidikan dilakukan pemeriksaan terhadap 30 orang saksi terkait dugaan korupsi pembelian tanah oleh PT APR pada tahun 2012 hingga 2013,” ungkap Sumedana dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (15/6).

Kasusnya, tutur dia, berawal ketika PT APR membeli tanah dari PT Cahaya Inti Cemerlang (CIC) di daerah Kelurahan Limo, Kecamatan Limo dan Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Kota Depok seluas 200 ribu meter atau sekitar 20 hektar untuk perumahan atau apartmen.

Namun, kata Sumedana, tanah yang dibeli PT APR ternyata tidak memiliki akses ke jalan umum, tapi harus melewati tanah milik PT Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat setempat.

Selain itu, tuturnya, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, terdapat tanah masih tercatat atas nama PT Megapolitan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 46 dan atas nama Sujono Barak Rimba dengan SHM Nomor 47.

Padahal, ungkapnya, PT APR telah melakukan pembayaran kepada PT CIC melalui rekening notaris diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT CIC dan dana operasional.

Sedangkan atas pembayaran tersebut, kata Sumedana, PT APR baru memperoleh sebagian tanah yang dibeli sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 5316 atas nama PT APR seluas 12.595 meter atau sekitar 1,2 hektar dari 20 hektar yang diperjanjikan.

“Sementara tanah sekitar 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain atau masih status sengketa. Sehingga sampai saat ini tidak bisa dilakukan pengalihan hak kepemilikan,” tuturnya.

Sumedana menyebutkan dari hasil penyelidikan yang kemudian ditingkatkan ke penyidikan terdapat indikasi kerugian keuangan negara dari pembelian tanah oleh PT APR dari PT CIC. (muj)