Jaksa Agung: Tingkatkan Penanganan Korupsi di Daerah yang Tidak Kalah Masif

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta jajaran kejaksaan di daerah untuk meningkatkan penanganan kasus-kasus korupsi di wilayah hukumnya agar capaian kinerja tidak hanya didominasi Kejaksaan Agung.

Dia meyakini di daerah terdapat potensi perkara besar yang dapat diungkap serta tidak kalah masif dan banyak dengan berbagai modus sederhana sehingga tidak terlalu sulit untuk mengungkapnya.

“Karena itu saya tekankan juga kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi yang baru dilantik untuk segera mengakselerasi dan mengerahkan seluruh satuan kerja guna meningkatkan pemberantasan korupsi,” kata Jaksa Agung pada pelantikan Kepala Kejaksaan Tinggi dan Pejabat Eselon II di lingkungan Kejaksaan Agung, Senin (22/8).

Dia pun mengingatkan jangan menjadikan keterbatasan sumber daya di wilayah hukumnya sebagai alasan yang menghambat peningkatan kualitas penanganan perkara.

“Tapi jadikan keterbatasan sebagai tantangan,” ujarnya seraya memerintahkan baik Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri membangun komunikasi, koordinasi dan kolaborasi untuk saling bertukar informasi, memaksimalkan penelusuran aset dan mengoptimalkan pengembalian kerugian negara dari setiap perkara.

Namun dia menegaskan lagi penanganan korupsi di daerah jangan bikin gaduh dan jangan ada kepentingan apapun kecuali kepentingan penegakan hukum.

“Penegakan hukum yang tuntas dan berhasil ketika kita mampu mengembalikan keuangan negara secara maksimal dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujar Jaksa Agung.

Dibagian lain Jaksa Agung mengatakan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi kepada Kejaksaan tidak saja karena penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan selama ini.

“Tapi melalui program-program kemasyarakatan yang humanis juga memberikan kontribusi besar bahwa masayarakat mengenal Kejaksaan tidak sekedar penegakan hukum,” ujarnya.

Dia pun menyampaikan kearifan lokal terkait program keadilan restoratif (restorative justice) dan Rumah Restorative Justice masih tetap dijadikan solusi alternatif menyelesaikan permasalahan hukum masyarakat.

“Hukum harus mampu beradaptasi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat,” ujarnya seraya menyebutkan hukum yang dinamis dengan mengakomodir kearifan lokal merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat.

Dikatakannya penghukuman dalam suatu tindak pidana adalah suatu keniscayaan. “Tapi sanksi sosial jauh lebih efektif menimbulkan efek jera dan malu di masyarakat dimana mereka merasa dikucilkan dan terpinggirkan dalam pergaulan sosial. Di samping itu kita dapat menjaga martabat masyarakat lokal (local general).

Oleh karena itu, ujarnya, peradilan adalah benteng terakhir mencari keadilan untuk perkara apapun. “Sehingga kearifan lokal musyawarah mufakat, tepo seliro, guyub, rembug adalah solusi dalam menyelesaikan berbagai masalah hukum di masyarakat. Karena itu Jaksa sebagai penegak hukum harus sering melihat dan hadir di tengah-tengah masyarakat,” ucap Jaksa Agung.(muj)