JAKARTA (IndependensI.com) – Ini bukan hoax. Ini sebuah fakta yang terkonfirmasi. Setidaknya fakta tersebut terungkap saat IndependensI.com bertemu dengan Jan Praba di sebuah warung kopi yang letaknya berdampingan dengan Gelanggang Olah Raga (GOR) Bulungan, Jakarta Selatan, pada suatu malam beberapa hari yang lalu.
Pertanyaannya, presiden dari manakah dia? “Saya presiden Pakarti.Saat ini saya sedang menjalani kepemimpinan Pakarti periode yang kedua,” katanya yang kemudian dilanjutkan dengan menyeruput kopi dalam cangkir, yang hitam pekat dan tidak terlalu manis itu.
Apa itu Pakarti? “Pakarti adalah singkatan Persatuan Kartunis Indonesia. Ketua pertama sekaligus pendirinya adalah Pramono dari koran Sinar Harapan. Masa kerja Mas Pram berakhir, dilanjutkan oleh mas Janggo.Kemudian mas Is Aryanto. Sekarang saya, Jan Praba,” paparnya serius sekali.
Pakarti adalah singkatan Persatuan Kartunis Indonesia. Ketua pertama sekaligus pendirinya adalah Pramono dari koran Sinar Harapan
Embrio Pakarti terbentuk di Semarang pada era 1980-an. Yang hadir pada saat itu di antaranya Ismail Saleh (Menteri Kehakiman era Orde Baru), Pramono (harian Sinar Harapan), Dwi Koen, GM Sudarta (harian Kompas), dan Priyanto (majalah Tempo). “Pakarti dideklarasikan pada 11 Desember 1989 di Pasar Seni Ancol,“ kata Jan Praba.
Dalam kepengurusan Pakarti di bawah pimpinan Jan Praba saat ini, ada beberapa nama seperti Non-O (Penasehat) serta Joko Luwarso dan Ito Istianto. “Sebulan sekali kami bertemu untuk mengevaluasi setiap kegiatan yang telah kami lakukan, dan membahas kemungkinan-kemungkinan lainnya yang dapat dikerjakan selanjutnya,” paparnya.
Sebelum Pakarti terbentuk di setiap daerah di seluruh Indonesia terdapat banyak paguyuban para kartunis yang pada saat itu karya mereka bertebaran menghiasi halaman surat kabar harian dan mingguan baik yang terbit di daerah maupun yang terbit di ibukota – termasuk majalah khusus berita dan majalah hiburan.
Paguyuban tersebut tetap diakui keberadaannya sampai sekarang. Namun, bila sindikasi kartunis di manca negara menggelar lomba, keikutsertaan para kartunis di Indonesia menggunakan atau memakai nama Pakarti.
Dalam menyuarakan kegalauan hatinya, kelebihan para kartunis Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Jan Praba – Sang Presiden – tidak ada seorang pun di antara mereka yang menggunakan isu SARA.
Berbeda dengan kartunis di mancanegara. Mereka sangat bebas menuangkan gagasan mereka. Begitu bebas sampai hal-hal yang tabu sekali pun mereka langgar. Seperti, misalnya, melukis wajah seorang nabi yang menjadi junjungan ummat, yang memeluk salah satu agama yang eksistensinya diakui di dunia ini.
“Meskipun begitu bukan berarti bahwa rekan-rekan kartunis di Indonesia kalah cerdas secara intelektual dengan rekan-rekan mereka di luar negeri.”
Kartunis Indonesia adalah salah satu komunitas kartunis yang sangat cerdas.
“Justru kartunis Indonesia adalah salah satu komunitas kartunis yang sangat cerdas. Saya tanya kepada Anda sekarang. Pernahkah Anda mendengar ada kartunis di negeri tercinta ini yang pernah berurusan dengan aparat keamanan terutama pada era negeri tercinta ini dipimpin oleh rezim yang sangat represif?!”
Sepanjang yang dia ingat, Presiden Pakarti ini belum pernah dengar ada kartunis kita yang berurusan dengan pihak Kopkamtib. “Ini membuktikan bahwa kartunis-kartunis kita cerdas-cerdas… Mereka boleh atau bahkan bebas mengkritisi berbagai persoalan yang terjadi di negeri ini. Tapi, saat sikap kritis itu divisualkan, tidak vulgar. Tetap lucu, tetap mengundang tawa atau minimal membuat orang yang melihatnya tersenyum.”
“Kenapa? Karena, sejatinya, secara kultur bangsa kita masih bisa menerima kritik kok. Tentu saja sepanjang kritik itu didasari oleh data dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.”
Selain cerdas, kata Presiden Pakarti lebih lanjut, mereka juga netral. Oleh karena itu, kartunis, sebagai individu dan makhluk sosial juga memiliki ke-”lengkap”-an seperti tidak membawa-bawa unsur SARA dan netral dalam berkarya.Karena pada dasarnya mereka, para kartunis yang ada di republik tercinta ini, menang sangat menghargai sekaligus menghormati keberagaman.
Berbicara masalah kartun, pasti bicara masalah ke-”lucu”-an. Lalu, bagaimana dengan masalah yang satu ini?
“Lucu? Hukumnya wajib bagi kartunis bahwa karya mereka harus lucu – walaupun hasil karya mereka baru bisa ditangkap kelucuannya setelah para penikmatnya berfikir, merenung dan atau bahkan berkontemplasi sesaat… Karena, kalau ada kartunis yang tidak lucu, pasti mereka akan di-‘setrum’,” gurau sang Presiden Pakarti ini sambil terbahak.
Sebagai organisasi nirlaba, banyak kegiatan yang telah dilakukan oleh Pakarti, baik di tingkat lokal maupun nasional. “Di tingkat nasional, pada 2010 kami pernah membuat gerakan atau kegiatan membuat kartun bertajuk 500 Wajah Pepeng. Selain masuk Muri, kami juga hadir di program Kick Andy,” kata Jan Praba.
“Sementara di tingkat lokal pun rekan-rekan di daerah sangat aktif menyelenggarakan kegiatan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di daerah mereka masing-masing,” tambahnya.
Kegiatan seperti membuat kartun bertajuk 500 Wajah Pepeng diikuti oleh anggota Pakarti di seluruh Indonesia. Hal yang sama juga terjadi saat Pakarti menghelat kegiatan bertajuk Kartun Anti Korupsi pada 2013 (telah dibukukan).”Kegiatan tersebut adalah bentuk dukungan aktif para kartunis terhadap KPK,” kata Jan Praba.
Pada Agustus ini Pakarti menyelenggarakan kegiatan bertajuk 1000 Kartun Anti Korupsi. Peminatnya, membludak tak terbendung. “Kegiatan tersebut bukan lomba. Tapi, bentuk kepedulian atau dukungan untuk KPK… Kami tidak mungkin turun ke jalan… Itu bagian dari orang-orang yang sama-sama peduli dan mendukung keberadaan KPK,” katanya.
Saat IndenpendensI.com ngobrol dan menanyakan telah sampai sejauh mana partisipasi para kartunis dalam kegiatan bertajuk 1000 Kartun Anti Korupsi tersebut, Jan Praba mengungkapkan bahwa respons para kartunis dari seluruh Indonesia sangat luar biasa. “Bahkan ada yang datang dari negara tetangga, Malaysia, pun ikut berpartisipasi,” katanya. “Sampai hari ini sudah masuk sebanyak 400 kartu hitam putih dan full colour,” tambahnya.
Dan, Presiden Pakarti, yang penampilan sehari-harinya lebih mengesankan seperti seorang penyanyi “hip-hop” daripada kartunis itu, optimistis bahwa sebelum batas akhir (deadline) pengiriman karya ditutup, target 1000 Kartun Anti Korupsi akan terpenuhi.
Kartun yang terkumpul tersebut selanjutnya akan dipamerkan di Istora Senayan pada September mendatang. “Melalui forum ini saya mengajak para kartunis di seluruh Indonesia untuk segera mengirimkan hasil karyanya,” kata Sang Presiden Pakarti mengakhiri obrolannya dengan IndependensI.com. (Toto Prawoto)
MaaF,
Ada kesalahan nama para senior/penggagas PAKARTI yaitu DWI ARIYANTO.
Saya tidak pernah menyebutkan nama tersebut dan nama tersebut tidak ada dalam jajaran sesepuh/penggagas terbentuknya PAKARTI.
atas perhatian dan mohon koreksinya, saya ucapkan terima kasih.
Jan Praba
Terima kasih pak atas masukannya.