Direktur Setara Institute Hendardi

Tuduhan Rizieq Shihab Keterlibatan BIN Tidak Berdasar

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Direktur Setara Institute, Hendardi, menilai, adanya operasi intelijen dari Indonesia, sehubungan pengibaran bendera tauhid di rumah kontrakan pentolan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab (RS), sama sekali tidak berdasar sama sekali.

“Tuduhan Rizieq Shihab (RS) atas rekayasa kasus pengibaran bendera di Arab Saudi oleh pemerintah Indonesia, tidaklah berdasar dan hanya menunjukkan upaya dirinya menjadi tokoh yang ingin diperhitungkan dalam konstalasi politik Indonesia,” ujar Hendardi dalam siaran pers, Jumat, 10 November 2018.

Selasa malam, 11 November 2018, di samping kanan pintu rumah kontrakan RS di Riyad, Arab Saudi, Polisi menyita gambar hitam bertulisan kalimat tauhid yang sangat dilarang di Arab Saudi, karena merupakan bendera teroris The Islamic State of the Iraq and Syria (ISIS).

Badan Intelijen Negara (BIN) Republik Indonesia, ditengarai terlibat di dalam pemasangan lambang ISIS di rumah kontrakan RS.

Akibatnya, RS ditangkap Polisi Arab Saudi, tapi kemudian dilepas dengan uang jaminan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyad.

Menurut Hendardi, cara ini juga merupakan upaya melanggengkan pengaruh pada para pengikutnya, sehingga tetap berada dalam satu barisan dan imamah terhadap RS, yang ujungnya adalah untuk kepentingan politik praktis dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Perlu diketahui, ujar Hendardi, bahwa semua otoritas negara Arab Saudi sebagai negara yang berdaulat tentu tidak mungkin ada campur tangan dari negara lain.

Jadi masalah adanya bendera hitam di kediaman RS di Arab Saudi tidak perlu ditanggapi berlebihan oleh pemerintah dan unsur aparat keamanan.

Dugaan, kecurigaan serta tudingan pengikut RS sebagai perbuatan dari unsur aparat Negara RI seperti BIN disamping tidak logis juga hanya fantasi, ilusi dan dugaan kuat merupakan bentuk politisasi sebagai seolah-olah korban.

“Adalah benar setiap warga negara Indonesia di luar negeri harus dilindungi Pemerintah RI tidak terkecuali RS. Namun mesti terus diingat bahwa status RS adalah pelarian/buron dari beberapa kasus yg melilitnya di Indonesia termasuk chatting porno yang diduga melibatkan dirinya,” ungkap Hendardi.

RS memilih menghindar menghadapi hukum di tanah air, namun tetap mencoba bermain politik di negara orang yang konsekwensinya juga kerap mesti berhadapan dengan hukum di negara tersebut.

Dikatakan Hendardi, upaya dan bantuan yg telah dilakukan oleh Perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di Arab Saudi sudah jauh lebih dari cukup kepada RS sebagai Warga Negara Indonesia yg ada di luar negeri yangg justru menghindar dari proses hukum di Indonesia.(Aju)