KKP Lepas Ribuan Ekor “Spat” Kerang Mutiara di Perairan Lombok

Loading

LOMBOK (Independensi.com) – Setidaknya lebih dari 15 ribu ekor spat kerang mutiara jenis Pinctada maxima di lepas ke perairan sekitar Gili Kondo, desa Padak Guar, Sambalia – Lombok Timur baru-baru ini. Ribuan spat kerang mutiara ini merupakan hasil pembenihan buatan yang dilakukan Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok. Demikian informasi yang diperoleh Independensi.com di Jakarta, Minggu (23/7/2017).

KKP memiliki dua Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang secara khusus diberi tanggunjawab untuk pemuliaan induk dan pengembangan kerang mutiara di Indonesia. Kedua UPT tersebut yaitu BPBL Lombok dan Balai Pemuliaan Induk Udang dan Kekerangan (BPIUK) Karangasem Bali.

Kegiatan penglepasan puluhan ribu ekor spat kerang mutiara tersebut, dengan melibatkan kelompok masyarakat local yang tergabung dalam Komite Pengelolaan Perikanan Laut (KPPL) kawasan Sambelia. KPPL adalah suatu komite yang merupakan kumpulan dari anggota masyarakat pantai yang terdiri dari tokoh agama, tokoh adat, nelayan, pembudidaya ikan dan pihak terkait lainnya yang dibentuk secara swadaya sebagai bagian peran partisipatif masyarakat dalam menjaga kelestarian SDA kelautan dan perikanan.

Peran serta kelompok masyarakat lokal menjadi bagian penting dalam memberikan edukasi bagi upaya pengawasan kelestarian sumberdaya kerang mutiara, apalagi di pulau Lombok sangat kental dengan aturan lokal yang bisa diberdayakan sebagai instrument konservasi SDA kelautan dan perikanan.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan bahwa restocking merupakan upaya yang sangat krusial dan mendesak dilakukan saat ini untuk menjaga keseimbangan stock kerang mutiara di alam. Apalagi saat ini mulai terjadi penurunan ketersediaan induk kerang mutiara di alam akibat penngkapan yang over eksploitatif.

Menurutnya, banyak perusahaan pembenih mutiara yang mulai kesulitan mendapatkan sumber induk di alam, dan tentunya ini sangat mengkhawatirkan bagi keberlanjutan bisnis mutiara di Indonesia. Padahal Perairan Indonesia, khususnya Pulau Lombok dikenal dunia sebagai habitat asli kerang mutiara jenis Pinctada maxima yang terkenal di mancanegara dengan sebutan “The Queen Of Pearl” atau Ratunya Mutiara.

“Kenyataan saat ini induk kerang mutiara mulai sulit di dapatkan, kita tahu selama bertahun-tahun pengembangan pembenihan kerang mutiara ini lebih banyak mengandakan induk dari alam. Ini berbahaya untuk kelangsungan spesies. Oleh karenanya, kami mulai dorong UPT untuk melekukan pembenihan kerang mutiara, dimana peruntukannya lebih besar untuk kepentingan restocking,”kata Slamet dalam ndi Jakarta. Senin (17/7/2017).

Ditambahkan Slamet, KKP juga akan mendorong unit-unit pembenihan kerang mutiara milik swasta untuk melakukan hal serupa di seluruh Perairan potensial di Indonesia. Hal ini sebagai bentuk tanggunjawab kompensasi jasa lingkungan yang harus dipenuhi. “Budidaya ini satu-satunya penyangga sumberdaya keluatan dan perikanan, kedepan tidak bisa terus menerus mengandalkan eksploitasi sumber pangan dari alam,” kata Slamet.

Beberapa waktu lalu Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti meminta kegiatan restocking menjadi program prioritas untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan Indonesia. Menurutnya saat ini terjadi fenomena kelangkaan induk beberapa spesies ikan ekonomis, sehingga perlu upaya mengantisipasi hal ini. “Saya minta pak Dirjen Perikanan Budidaya untuk mendorong program restocking sebagai salah satu prioritas untuk mengantisipasi penurunan stok di alam. Disisi lain, kita harus hentikan upaya eksploitasi sumberdaya ikan bagi komoditas yang terancam,” kata Susi disela-sela kegiatan retreat KKP yang dilakukan di KM. Kelud. Jumat (21/7/2017).

Sementara itu, Kepala BBPBL Lombok, Mulyanto saat dihubungi menyatakan bahwa kegiatan restocking akan menjadi agenda rutin BBPBL Lombok. Sebagai UPT yang memiliki keunggulan dalam bidang perekayasaan komoditas kekerangan, pihaknya akan terus bertanggunjawab dalam menjamin kelestarian stok kerang mutiara di alam. Ia menambahkan, BBPBL Lombok juga telah mampu mengembangkan kerang abalone, dimana mulai saat ini akan digenjot produksinya untuk memenuhi kepentingan restocking.

“Kita akan jaga nama besar Lombok sebagai habitat asli kerang mutiara jenis Pinctada maxima ini, dengan menjaga kelestarian stok di alam. Disamping tentunya upaya restocking ini akan secara langsung membantu perekonomian masyarakat setempat”, kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya.

Di bagian lain, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa nilai perdagangan mutiara asal Indonesia dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (tahun 2012-2016) menunjukkan kinerja positif, dengan kenaikan rata-rata nilai ekspor sebesar 2,6 persen. Tahun 2016 nilai ekpor mutiara Indonesia mencapai 15,16 juta US$, dimana Indonesia saat ini masih diperhitungkan sebagai produsen utama mutiara jenis south sea pearl. Jepang merupakan negara dengan tujuan utama ekspor dengan share sebesar 94 persen dari total nilai ekspor mutiara Indonesia.

KKP telah menjadikan komoditas ini menjadi unggulan perikanan budidaya, dimana saat ini status teknologi mulai dari pembenihan, hingga pembuatan produk mutiara telah berhasil dikembangkan dengan baik. Keberhasilan ini akan memicu geliat usaha pengembangan kerang mutiara di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana diketahui, pengembangan usaha kerang mutiara secara umum dilakukan secara segmentasi, yaitu segmen usaha pembenihan, segmen usaha pendederan spat, segmen usaha pembesaran hingga pembuatan produk mutiara itu sendiri.

Ahmad Efendi, salah seorang pendeder spat kerang mutiara di Dusun Gili Genting, Sekotong-Lombok Barat mengakui bahwa secara ekonomi kegiatan usaha pendederan spat mutiara menguntungkan. Dengan masa pemeliharaan selama 12 bulan (mencapai ukuran spat 6-8 cm) , paling tidak dapat meraup keuntungan bersih 9 juta perbulan. “Kami berharap Pemerintah memberikan dukungan program untuk usaha pendederan spat ini, karena prospek usaha yang menjanjikan,” kata Ahmad
.
Untuk menjamin kualitas produk mutiara, KKP terus mendorong kegiatan pemuliaan induk. Upaya tersebut, antara lain melalui selective breeding dengan menfokuskan pemilihan induk dari berbagai multi lokasi untuk menghasilkan galur induk yang unggul. “Kita dorong BBPBL Lombok dan BPIUK Karangasem untuk bertanggunjawab dalam menghasilkan induk kerang mutiara berkualitas. Dengan demikian, ke depan tidak lagi andalkan dari tangakapan alam,” jelas Slamet.

Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Asosiasi Budidaya Mutiara (ASBUMI), Raditya Poernomo, sebagaimana dikutip di beberapa media mengatakan bahwa saat ini ada sekitar 32 perusahaan budidaya mutiara yang masih aktif dan tergabung di Asbumi yang terdiri dari PMA dan swasta nasional. Menurutnya jumlah ini cenderung turun dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Menyikapi hal tersebut. KKP terus berupaya untuk menaikan daya saing mutiara south sea pearl (SSP) asal Indonesia di kancah perdagangan dunia. Upaya tersebut antara lain mencegah ekspor illegal SSP ke luar negeri, menolak mutiara impor tak sesuai SNI, dan gencar melakukan promosi untuk menaikan citra SSP asal Indonesia.

Sedangkan di hulunya, KKP akan mengatur zonasi untuk memastikan aktivitas budidaya tidak berbenturan dengan sektor lain, menjamin keamanan berusaha dan iklim investasi yang kondusif, dan melakukan konservasi terhadap ketersediaan stok induk SSP di alam. “Yang jelas pemerintah memiliki tanggungjawab untuk menjamin usaha budidaya mutiara ini tetap berkembang. Bersama Pemda, kita akan tata pengaturan pemanfaatan zonasi wilayah pesisir dan laut. Dengan demikian aspek keamanan usahanya bisa terjamin,” papar Slamet. (pr/effatha tamburian)