Foto ilustrasi: Anak Suku Asmat, Papua

Kurang Gizi dan Penyakit di Asmat

Loading

IndependensI.com – Kita bersyukur Pemerintah dan segenap komponen bangsa sigap menanggulangi kejadian yang menimpa saudara kita di Kabupaten Asmat, Papua. Walaupun sudah sempat menelan korban sampai 69 jiwa meninggal, namun dengan kesigapan semua pihak jumlah korban dapat dicegah tidak bertambah.

Kita bersyukur juga dengan keterbukaan Pemerintah dengan kecanggihan teknologi informasi bisa segera ketahuan, kejadian memilukan itu cepat teratasi sesuai kemampuan pemerintah melaksanakan fungsi tugas dan tanggung jawabnya mengatasi bencana kelaparan dan penyakit tersebut.

Harus diakui kondisi Papua tidaklah mudah dijangkau seperti di Jawa, sebab selain wilayahnya luas, wilayahnya juga terdiri dari rawa-rawa, pegunungan dan hutan belantara. Kota Agats ibukota Kabupaten Asmat sendiri terdiri dari rawa-rawa sehingga disebut kota di atas papan, sebab sebagian besar jalan di kota tersebut ada di atas papan.

Mengenai kejadian di Kabupaten Asmat tersebut sedikit menggugah pemahaman kita tentang efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Mengapa? Karena sejak dari beberapa tahun lalu telah mengalir Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua.

Di mana Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten? Bagaimana pelaksanaan tugas-tugas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? Kita tahu, selama kepemimpinan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sungguh aktif berkunjung ke daerah serta memonitor kondisi keadaan sosial masyarakat, mengapa masyarakat Kabupaten Asmat tidak termonitor?

Menteri Kesehatan Prof. Dr. Nila Moeloek yang dengan cermat memperhatikan kondisi kesehatan tetapi mengapa terlewatkan situasi yang mencekam di Kabupaten Asmat? Apakah ada juga daerah-daerah lain yang terancam bencana seperti itu? Itulah pertanyaan yang bergejolak di dalam hati banyak pihak.

Tidak ada gunanya meratapi masa lalu, apalagi mencari-cari kesalahan serta membela diri. Lebih baik semua pihak menyatukan langkah saja untuk mengatasi setiap permasalahan agar dengan semangat kebersamaan setiap persoalan bangsa dapat kita selesaikan dan dapat mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Dan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang menyeluruh tersebut kita berharap sebagai bangsa mampu menggerakkan mesin pemerintahan untuk menunaikan tugas-tugas dan kewajibannya secara terus-menerus dan menyeluruh.
Bukan membandingkan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya dengan Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla saat ini.

Sebab Jokowi-JK telah mampu melewati rintangan-rintangan yang sebelumnya tidak terbayangkan akan tercapai dalam waktu singkat, seperti Tol Laut dengan pembangunan dermaga dan pengadaan kapal-kapal yang menghubungkan pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke termasuk pulau-pulau kecil dan terluar.

Pembangunan dan pembukaan bandara di berbagai tempat dan kawasan membuka isolasi sehingga dengan mudah pergerakan dan pengangkutan barang dan orang dari satu tempat ke tempat lainnya. Demikian juga pembangunan jalan lintas pulau di berbagai pulau dari ujung ke ujung.

Tetapi yang ingin kita kemukakan, kelihatannya anggota Kabinet Jokowi-JK belum dapat secara simultan memonitor kondisi dan situasi nasional sesuai dengan tugas pokok masing-masing, sehingga sering seperti terbangun dari mimpi.

Kita apresiasi apa yang dilakukan Badan Narkotika Nasioanal (BNN) yang secara konsisten dan terus menerus menekan peredaran Narkoba, sementara upaya itu tidak didukung sepenuhnya, karena peredaran narkoba masih sering dikendalikan dari Lapas. Kita juga mengapresiasi kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti yang dengan gigih mempertahankan misinya untuk menjaga kekayaan laut Indonesia dari pencuri maupun dari penangkap ikan yang merusak lingkungan.

Namun kita agak kaget menyaksikan kunjungan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Cikarang beberapa waktu lalu, yang memeriksa truck-truck yang kelebihan muatan yang katanya berpotensi merusak jalan dan mengganggu lancarnya lalu lintas di Jalan Tol Jakarta Bandung.

Kita mengapresiasi kebijakan itu, hanya saja mengapa baru sekarang kita sadar akan kejadian itu? Dan mengapa hanya jalan tol Jakarta Bandung yang jadi ukurannya, mengapa tidak seluruh jalan di Indonesia?

Sebab kerusakan jalan akibat dari beban berat yang menimpanya akibat truck-truk yang melintas sering tidak mengikuti ketentuan tonase alat angkut yang diperbolehkan melintas sehingga memperpendek usia jalan-jalan di berbagai daerah.

Untuk itu dalam penyelenggaraan negara kita berharap semua aparat pemerintah secara konsisten dan terus-menerus, memonitor pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya dari Sabang sampai Merauke, sehingga tidak ada yang terlewatkan atau tertinggal, sebab tidak jamannya lagi uji petik dan sidak. (Bch)