Divestasi Saham Freeport, Prestasi Besar atau Pencitraan?

Loading

IndependensI.com – Tidak elok selalu menoleh ke belakang, tetapi sekali-sekali untuk kenyamanan dan kelancaran perjalanan perlu ibarat menyetir mobil. Kira-kira demikianlah kita perlu menyikapi berhasilnya Pemerintah Indonesia menguasai saham PT Freeport Indonesia (PT FI) sebanyak 51 % dari sebelumnya 9,36%.

Sejak Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo- Jusuf Kalla memulai mengemukakan niat untuk menguasai mayoritas saham PT FI, berseliweran berita yang meragukan kemampuan Pemerintah Indonesia untuk pengalihan saham tersebut dan yang paling menakutkan adanya sinyalemen peristiwa penembakan Presiden AS serta jatuhnya Presiden Soekarno berkaitan dengan penabangan tembaga di Tembagapura, Mimika Irian Barat –sekarang Propinsi Papua.

Negosiasi pengalihan saham tersebut juga diwarnai berbagai peristiwa, dengan adanya kasus “Papa minta saham”, yang sampai menggoyang DPR, sampai “penggantian sementara” pimpinan, hanya untuk melewati pemeriksaan dan siding-sidang Majelis Kehormatan Dewan, memaksa lembaga terhormat itu seakan bersandiwara. Termasuk juga gonta-gantinya pimpinan PT FI.

Kejadian-kejadian yang mewarnai negosiasi Pemerintah dengan Freeport McMoran Inc, apakah apa adanya atau ada pihak-pihak yang berkepentingan yang berupaya “menanam budi” atau ada merasa terganggu apabila Pemerintah menguasai saham PT FI sebanyak 51%, dengan kata lain apa ada yang menggunting di dalam lipatan atau “menangkap ikan di air keruh”

Tetapi apapun yang telah terjadi itu sudah berlalu sejak Tahun 1967, kita memandang jauh ke depan saja. Sebab kalau dipikir-pikir apa yang diperoleh Pemerintah selama ini “ibarat biaya mencuci bekas kaki” saja tidak sebanding dengan sumber daya kekayaan alam Indonesia yang sudah dikuras.

Apapun yang telah kita alami selama ini mari kita lalui saja, dan kita syukuri saja apa yang telah diraih Pemerintah sekarang. Tidak usah menoleh ke belakang.

Yang sudah dilakukan Pemerintah baru dasar-dasar kepemilikan dari 51% saham PT FI tersebut, yaitu penandatanganan Head of Agreement (HoA- Kesepakatan Pokok-pokok divestasi saham) antara Pemerintah Indonesia melalui induk usaha pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang dilakukan Dirut nya Budi Gunadi Sadikin yang disaksikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Rini Sumarno dan Menteri ESDM Ignatius Jonan dan pimpinan Freeport McMoram Incorporation diwakili CEO-nya Richard Adkerson.

Berbagai langkah masih dibutuhkan untuk proses selanjutnya mungkin di bidang hukum, financial serta turutannya menyangkut manajemen dan teknik serta produksi. Tetapi apapun urusan berikutnya sudah masuk kalkulasi kedua belah pihak antara Pemerintah Indonesia dan Freeport McMoran Inc, dengan niat baik kedua belah pihak dan saling menguntungkan.

Dengan bertambahnya saham Pemerintah Indonesia di PT FI, suatu hasil kerja keras dari Pemerintah, sekaligus pengakuan dari pihak-pihak yang bertanggungjawab atas keberadaan PT FI di Indonesia yaitu pengakuan atas Kedaulatan Indonesia di negara sendiri serta Pengakuan bagi keberadaan Pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan para Menteri-menteri dan pembantu-pembantunya.

Prestasi besar tersebut membuka mata dunia tentang keteguhan Pemerintah meningkatkan harkat dan martabat masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, sehingga tidak waktunya lagi kita menghujat atau melirik sebelah mata, apa yang dilakukan Pemerintah.

Karenanya adalah tidak tepat kalau ada yang menggunakan kata-kata “caplok; mencaplok” dalam peralihan atau peng-akuisisi-an saham PT FI oleh Pemerintah yang semula 9,36 % menjadi 51 %, dan upaya itu dilakukan sesuai dengan norma-dan hukum internasional.

Salah satu bukti bahwa Freeport McMoran yang semula berniat menggugat pemerintah Indonesia ke Arbritrase Internasional ternyata mengurungkan niatnya, mengapa? Karena kepemilikan saham itu adalah wajar dan pantas.

Barangkali sebagai sesama anak bangsa, ada baiknya mensyukuri apa yang telah dicapai Pemerintah dan tidaklah pantas dan patut  selalu dihujani dengan kritik melemahkan. Kalau tidak bisa membantu paling tidak jangan menghujat.

Tentu pemerintah juga sadar bahwa tugas-tugas selanjutnya sebagai elaborasi dari inti kesepakatan divestasi saham PT FI tersebut masih banyak pekerjaan dan rumit, termasuk menjamin bahwa hasil dari kepemilikan saham PT FI itu benar-benar untuk kemakmuran rakyat, tidak justru “lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya”, atau upaya pengalihan saham itu tidak ditelikung penunggang gelap. (Bch)