Jaksa Agung: Restoratif Justice Persingkat Proses Peradilan dan Solusi Over Kapasitas LP

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Penerapan restoratif justice atau penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku dan korban secara adil dalam peradilan pidana di Indonesia dapat mempersingkat proses peradilan yang berkepanjangan.

Selain itu restoratif justice sebagai solusi atas penyelesaian isu kelebihan atau over kapasitas narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan Indonesia.

Jaksa Agung mengungkapkan hal tersebut, Selasa (10/3) saat menyampaikan masukan dan sejumah capaian Indonesia termasuk penerapan Restoratif Justice dalam Kongres Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana ke-14 di Kyoto, Jepang.

Jaksa Agung sendiri menyebutkan metode restoratif justice di dalam peradilan pidana Indonesia merupakan pendekatan terintegrasi terhadap penanganan tantangan peradilan pidana.

“Dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga penjatuhan putusan pengadilan,” kata Jaksa Agung dari ruang kerjanya di Gedung Menara Kartika Adhyaksa, Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta.

Dia menyebutkan juga sejalan dengan tiga prioritas utama Agenda Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, Indonesia telah mengimplementasikan langkah-langkah penegakkan hukum secara adil.

“Dengan memberikan perlindungan baik pada anak-anak dan perempuan dalam berbagai bentuk, baik sebagai pelaku, korban, dan saksi,” katanya dalam salah satu sesi dalam kongres secara virtual bertema “Integrated Approaches to Challenges Facing the Criminal Justice System”.

Dia menyebutkan dalam hal kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, sistem peradilan pidana Indonesia telah menyediakann akses keadilan yang luas bagi perempuan dan anak-anak melalui larangan praktik yang mengarah pada diskriminasi.

“Indonesia juga memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan korban melalui pemberian restitusi, kompensasi, bantuan medis dan hukum di semua tahap proses peradilan,” tuturnya.

Dikatakannya juga khusus untuk perolehan pernyataan saksi anak-anak, telah dilakukan pendekatan melalui pernyataan yang direkam untuk menjaga keselamatan, keamanan, dan perlindungan psikologis anak-anak.

Inovasi sistem peradilan pidana, ucap dia, memerlukan dukungan dan kerja sama semua pemangku kepentingan terkait, baik di tingkat domestik maupun di tingkat internasional.

“Berbagai pengalaman dan best practices serta pelatihan dan peningkatan kapasitas merupakan kunci untuk maju,” sebut Jaksa Agung.

Hadir dalam pertemuan sejumlah delegasi dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, BNPT, POLRI, BNN, Mahkamah Agung, KBRI Tokyo serta KBRI/PTRI Wina.(muj)