Terdakwa kasus kejahatan penipuan investasi Fikasa Group di Pekanbaru

Dr Jonker Sihombing SE,SH, MA: “Hukum Agung Salim Cs Seberat-beratnya”

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) –Sidang kasus investasi bodong mengakibatkan warga Pekanbaru korban Rp 84,9 miliar, digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Tindakan kejahatan perbankan ini, menyeret 4 orang terdakwa keluarga konglomerat Salim, merupakan bos dari perusahaan Fikasa Group.

Mereka antara lain Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim dan Elly Salim.

Sedangkan terdakwa kelima adalah Maryani, bertugas untuk mencari nasabah di Pekanbaru.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru yang digelar senin sore hingga larut malam dipimpin Dr Dahlan selaku Ketua Majelis didampingi Estiono SH,MH dan Tommy Manik masing-masing halkim anggota, adalah mendengarkan keterangan dari para saksi ahli.

Hadir dalam persidangan antara lain Prof Dr Agus Surono SH, MH – guru besar Ahli Hukum Pidana di Universitas Al Azhar, Dr Rouli Anita Velentina SH, LLM – Ahli Hukum Perbankan dari Universitas Indonesia.

Kemudian, Dr Flora Dianti SH,MH, CLA dari Universitas Pelita Harapan dan Dr Jonker Sihombing SE, SH,MH, MA – Ahli Hukum Pidana Perbankan dari Universitas Pajajaran – Bandung.

Menurut penjelasan ahli, para terdakwa dalam prakteknya menghimpun dana dari masyarakat dengan modus menawarkan produk investasi ‘promissory notes’ dengan bunga 9 – 12 persen per tahun.

Bunga yang ditawarkan ini cukup tinggi dibanding bunga bank yang hanya 5 persen.

Apa yang dilakukan para terdakwa itu adalah mengakali orang awam lewat medium term notes. 

“Produk investasi ini seakan-akan sama dengan simpanan di bank dalam bentuk deposito, “kata saksi ahli hukum pidana perbankan Dr Jonker Sihombing SE SH MA.

Akademisi dari Universitas Pajajaran itu menilai, bahwa para terdakwa pimpinan Fikasa Group terdiri dari Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim, Elly Salim bahkan Maryani, berpraktek menyasar orang awam dari warga masyarakat Pekanbaru yang literisasi keuangannya masih rendah.

Kata Jonker, pihaknya melihat, apa yang dilakukan orang-orang Fikasa Group tersebut, merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

Akan tetapi, dari barang bukti yang ditunjukkan hakim padanya di persidangan, mulai dari surat perjanjian dan warkatnya, ada 2 barang bukti.

Pihaknya menilai, redaksional surat perjanjian dan warkat itu seperti ijazah atau menyerupai sertifikat deposito perbankan.

Tapi tidak ada redaksional secara terang-benderang menyatakan, kesanggupan membayar tanpa syarat, sehingga tidak memenuhi pasal 174 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), kata Jonker Sihombing.

Lebih lanjut mantan General Manager Bank Dagang Negara  New York Agency ini menegaskan, kelima terdakwa antara lain Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim, Elly Salim dan Maryani, ini adalah merupakan kejahatan perbankan.

Mereka  harus dihukum seberat-beratnya sesuai pasal yang  dilanggarnya.

Harus ada efek jera, jangan sampai ada lagi korban akibat perlakuan mereka dikemudian hari.

“Hukum Agung Salim Cs seberat-beratnya,” ujar Dr Jonker Sihombing, putra kelahiran Perdagangan (Sumut), 24 Februari 1948.

Ditempat yang sama, Prof Dr Agus Surono ahli hukum pidana dalam kesaksiannya menegaskan, pengumpulan atau  menghimpun dana dari masyarakat oleh korporasi, harus seizin pemerintah, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam Undang-Undang Perbankan Pasal 46 ayat 1 jelas dinyatakan, setiap korporasi yang menghimpun dana, harus ada ijin.

“Jika tidak ada ijin, maka perusahaan atau korporasi tersebut maupun pengurusnya, jelas melanggar Undang-Undang Perbankan tersebut,” tegas Agus.

Sementara Ahli Pidana Perbankan Dr Rouli Anita Valentina dalam kesaksiannya menyatakan, kegiatan menghimpun dana sebagaimana di praktekkan Agung Salim Cs hingga mengakibatkan warga Pekanbaru korban sampai Rp 84,9 miliar, dalam keilmuan yang dipahami, produk itu patut dikategorikan sebagai simpanan.

Kesimpulan saya, kata Valentina, hal itu diduga memenuhi pasal 46 yakni menghimpun dana dari masyarakat.

Sehingga, jika sebuah korporasi menghimpun dana masyarakat, sesuai Undang-Undang Perbankan, harus ada ijin dari OJK, jika tidak, patut diduga melanggar ketentuan, kata ahli yang akrab dipanggil Valen ini.

 (Maurit Simanungkalit)

One comment

  1. Polisi hingga hari ini kok nggak menciduk raja sapta oktohari pemilik pt mahkota group yg juga melakukan kejahatan serupa ya ? Korbannya masyarakat dari berbagai wilayah di Indonesia yg nominalnya triliunan.

Comments are closed.