Gedung Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung yang juga dijuluki Gedung Bundar atau Gedung Bulat.(foto/muj/independensi).

Enam Mantan Petinggi Garuda Dikorek Keterangannya Soal Mekanisme Pengadaan Pesawat Udara

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung hingga kini masih terus mendalami kasus dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia terkait dengan pengadaan pesawat udara dengan memeriksa enam mantan petingginya sebagai saksi, Senin (21/2).

Dari enam saksi yang diperiksa tim jaksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung untuk dikorek keterangannya, empat adalah mantan Direktur dan dua mantan Vice Presiden PT Garuda Indonesia.

“Mereka seluruh saksi diperiksa terkait dengan mekanisme pengadaan pesawat udara,” ungkap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak biasa disapa Leo, Senin (21/2) malam.

Leo menyebutkan para saksi diperiksa terkait apa yang saksi dengar, lihat dan alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang dugaan korupsi yang terjadi dalam pengadaan pesawat udara PT Garuda Indonesia.

Adapun empat mantan Direktur PT Garuda yang diperiksa antara lain AS selaku Direktur Strategis dan Pengembangan Manajemen Risiko periode Tahun 2011 dan MFJ selaku Direktur Pemasaran dan Penjualan periode tahun 2013.

Kemudian HIS selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko periode Tahun 2017 dan HH selaku Direktur Keuangan periode Tahun 2012-2014.

Sedangkan dua saksi lainnya yaitu HAP selaku VP Human Capital & Corporate Affairs periode Tahun 2011-2016 dan P selaku VP Corporate Communications periode Tahun 2009- 2015.

Sebelumnya pada Jumat (18/2) pekan lalu satu saksi yaitu FF mantan Direktur Layanan PT Garuda Indonesia periode 2012-2014 juga diperiksa terkait hal yang sama. “Soal mekanisme pengadaan pesawat udara,” tutur Leo.

Adapun kasus yang disidik seperti pernah disampaikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah pihaknya akan konsentrasi menyidik pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 dan Bombardier.

“Dalam tahap penyidikan kami juga akan mencari siapa yang paling bertangung-jawab,” kata dia. Masalahnya, tutur Febrie, kerugian negara diduga terjadi saat Direktur Utama PT Garuda dijabat ES yang kini sedang menjalani hukuman dalam kasus lain yang ditangani KPK.

“Sehingga Jaksa Agung memerintahkan kepada kami untuk mencari siapa yang juga bertanggung-jawab di luar yang telah ditetapkan KPK, ” ucap mantan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.

Terkait nilai kerugian negara, Febrie mengatakan belum bisa bisa menyampaikan secara detail. “Karena tetap akan dilakukan pihak auditor,” ujarnya seraya mengakui untuk nilai kerugian negaranya cukup besar.

Dia mencontohkan untuk sewa pengadaan pesawat saja indikasinya sebesar Rp3,6 triliun. Oleh karena itu, tuturnya, penyidik dalam tahap penyidikan akan mengupayakan bagaimana terhadap kerugian negara tersebut bisa dipulihkan.(muj)