JAKARTA (Independensi.com) – Empat tersangka kasus mafia tanah di Cipayung, Jakarta Timur yang diduga terlibat korupsi pembebasan lahan untuk ruang buka terhijau (RTH) oleh Dinas Kehutanan DKI Jakarta tahun 2018 segera diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Tim jaksa penuntut umum yang akan menyidangkan kasus tersebut hari ini telah menerima penyerahan tahap dua atau para tersangka dan barang-bukti dari tim jaksa penyidik di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
“Para tersangka yakni LD selaku notaris, HH selaku Kepala UPT Tanah pada Dinas Kehutanan DKI Jakarta, MTT selaku pihak swasta dan J selaku makelar tanah,” ungkap Kasipenkum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ade Sofyansah, Selasa (15/11/2022).
Ade mengatakan terhadap para tersangka tetap ditahan oleh Tim JPU. “Tersangka LD ditahan Rutan Pondok Bambu, tersangka HH di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakara Selatan dan tersangka MTT dan J di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.”
Selanjutnya, kata dia, Tim JPU akan segera menyusun surat dakwaan dan segera akan melimpahkannya bersama berkas perkara para tersangka ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Adapun kasus yang menjerat ke empat tersangka berawal ketika Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2018 melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Lahan yang dibebaskan dari delapan pemilik lahan atas sembilan bidang tanah di RT 008 RW 03 Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung guna kepentingan pengembangan RTH DKI Jakarta.
“Namun dalam pelaksanaan pembebasan lahannya diduga dilakukan secara melawan hukum. Antara lain melanggar Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 82 tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,” kata dia.
Selain itu, tutur Ade, para tersangka telah melakukan pengaturan harga terhadap delapan pemilik atas sembilan bidang tanah. “Sehingga pemilik lahan hanya terima ganti rugi sebesar Rp1,6 juta per meter. Sedangkan harga yang dibayar Dinas Kehutanan DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp2,7 juta per meter.”
Adapun, kata dia, total dana dikeluarkan Dinas Kehutanan DKI Jakarta sebesar Rp46 miliar lebih dengan total uang yang diterima para pemilik lahan hanya sebesar Rp28,7 miliar lebih. “Sehingga uang yang dinikmati para tersangka setelah dikurangi biaya terkait pelepasan lahan yaitu sebesar Rp17 miliar lebih.”
Ade menambahkan dalam proses pembebasan lahan yang dimulai dengan permohonan pembebasan, tahap verifikasi dokumen sampai pelaksanaan pembayaran pada 16 Agustus 2018 oleh Pemprov DKI Jakarta kepada para pemilik lahan dilakukan saat Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta dijabat Djafar Muchlisin.
“Sedangkan pada saat proses penyidikan yang dilaksanakan
Kejati pada awal Januari 2022, Dinas Kehutanan DKI Jakarta telah berubah nama menjadi Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta dengan Kepala Dinas dijabat Suzi Marsitawati,” tuturnya.
Dalam kasus ini dua tersangka yakni LD dan J disangka melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3 , pasal 5, pasal 13 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedang pasal yang disangkakan untuk tersangka HH dan MTT yakni melanggar pasal 2 ayat (1), Pasal 3, pasal 11, pasal 12 huruf b Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(muj)