JAKARTA (IndependensI.com) – Citra Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon Gubernur petahana dalam Pilkada 2018 semakin buruk. Kasus korupsi KTP Elektronik yang menyeret namanya untuk diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling tidak akan mengganggu mulusnya pencalonan ataupun pemilihan nanti.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) masih menunda pengumuman calon Gubernur Jawa Tengah karena masih mempertimbangkan dampak kasus korupsi KTP Elektronik terhadap Ganjar Pranowo. Sekalipun Ganjar Pranowo lolos secara hukum, namun skandal itu telah mencoreng nama baik Ganjar Pranowo.
Dalam beberapa hari ini PDI-P akan mengumumkan calon Gubernur Jawa Tengah. Nama ganjar memang masih sangat populer di Jawa Tengah. Namun, karena masih berurusan dengan KPK, sekalipun sebagai saksi, bakal dimanfatkan oleh calon gubernur lain untuk menjatuhkan lawan. Kondisi itulah yang membuat Ganjar Pranowo semakin terpojok.
Apalagi dalam waktu dekat ini, KPK akan memeriksa lagi Ganjar Pranowo dan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng sebagai saksi dalam penyidikan tindak korupsi pengadaan paket KTP elektronik. “Dua saksi itu akan diperiksa untuk tersangka Markus Nari,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (3/1/2018).
Sebelumnya juga, nama Ganjar bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly serta Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey sempat dipermasalahkan oleh Maqdir Ismail, kuasa hukum Novanto karena tidak ada dalam dakwaan Setya Novanto.
Padahal, sebelumnya, dalam dakwaan terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto, nama Ganjar disebut menerima aliran dana proyek KTP-el senilai Rp 5,95 triliun.
Ganjar Pranowo yang saat itu mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan saat ini menjabat Gubernur Jawa Tengah menerima sejumlah 520.000 dolar AS.
Sementara itu, nama Melchias Marchus Mekeng yang saat itu Ketua Badan Anggaran DPR RI juga disebut menerima sejumlah 1,4 juta dolar AS dalam dakwaan Irman dan Sugiharto.
KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait dengan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el).
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan pada sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP-el tahun 2011 s.d. 2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S. Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-el.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pada sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.
Selain itu, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP-el 2011 s.d. 2013 pada Kemendagri. Markus Nari disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.