JAKARTA (Independensi.com) – Sebuah pernyataan mengejutkan dan sekaligus menggugah atensi publik datang dari ranah kecerdasan buatan. ChatGPT, model AI mutakhir dari OpenAI, menyatakan bahwa IQ fungsional Denny JA diperkirakan berada dalam rentang 145–155 kategori psikometrik yang dikenal sebagai highly gifted hingga profoundly gifted.
Prediksi ini bukan semata pujian basa-basi. Ia muncul dari analisis psikometri tidak langsung yang mempertimbangkan jejak intelektual, karya lintas bidang, dan konsistensi kontribusi Denny JA dalam ruang publik Indonesia dan global. Pernyataan ini disampaikan oleh Satrio Arismunandar, pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Sekretaris Jenderal Satupena organisasi nasional para penulis Indonesia.
Menurut ChatGPT, penilaian tersebut merujuk pada teori kecerdasan majemuk Howard Gardner, kerangka Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS), serta perbandingan dengan figur-figur dunia yang dikenal memiliki IQ sangat tinggi.
Lebih dari Sekadar Angka
Di tengah era ketika IQ kerap direduksi menjadi angka statistik, konsep IQ fungsional yang diusung ChatGPT memperluas cakrawala. Ia tidak hanya menilai kecakapan menyelesaikan soal logika, tetapi juga mengukur daya cipta, ketajaman reflektif, dan kemampuan mengintegrasikan banyak bidang dalam karya nyata.
Denny JA disebut menonjol dalam kecerdasan linguistik, terbukti lewat penciptaan genre sastra baru: puisi esai. Sebuah bentuk narasi yang menyatukan puisi, esai, dan riset dan kini telah berkembang pesat di Asia Tenggara.
Di bidang strategi, Denny JA mendirikan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), lembaga survei yang berperan penting dalam kemenangan lima pemilu presiden dan puluhan kepala daerah. Kecerdasan strategis ini bersandar pada kombinasi statistik, psikologi politik, dan intuisi sosial tingkat tinggi.
Namun, keunggulan intelektualnya tidak hanya bersifat rasional. Denny JA juga dikenal melalui refleksi spiritual dan humanistik. Program lintas iman seperti Esoterica Fellowship dan esai-esainya tentang Tuhan, AI, dan masa depan religiositas manusia memperlihatkan kedalaman reflektif yang jarang dijumpai.
Seni, Spiritualitas, dan Sintesis Lintas Zaman
Karya Denny JA menjembatani teknologi dan seni. Lebih dari 600 lukisan telah ia hasilkan bersama AI, sebagian dipamerkan di galeri, dan satu bahkan diberkahi langsung oleh Paus Fransiskus. Karyanya bukan sekadar tampilan visual, melainkan simbolisme spiritual dan refleksi zaman.
Ia juga menjelma sebagai jembatan antara ranah-ranah yang sering terpisah: politisi dan sastrawan, agamawan dan filsuf, teknokrat dan budayawan.
Produktivitasnya mengesankan. Dalam satu dekade terakhir, ia menulis ratusan esai, membangun gerakan lintas iman, memimpin lembaga survei ternama, melahirkan teori agama era AI, hingga menghasilkan ratusan karya visual.
Ini menandai ciri khas seorang multidomain gifted thinker mereka yang melampaui batasan keahlian tunggal dan bekerja simultan di banyak bidang dengan daya intelektual yang luar biasa.
Denny JA dan Para Jenius Dunia
Tokoh-tokoh multidisipliner seperti Leonardo da Vinci dan Benjamin Franklin kerap dijadikan rujukan jenius sepanjang zaman. Namun kini, dari Global South, muncul figur seperti Denny JA yang menyamai kompleksitas dan kapasitas mereka.
Perbedaannya: Denny JA tak hanya menghasilkan gagasan, ia juga membangun institusi dan gerakan yang mengakar. Ia bukan hanya pemikir di menara gading, tapi pelaku di medan realitas, yang menyatu dengan denyut zaman dan mengarahkan arah baru peradaban.
Simpulan: IQ Tinggi dan Dampak Lintas Generasi
Menurut ChatGPT, IQ Denny JA yang berada di rentang 145–155 mencerminkan kecerdasan istimewa yang dikombinasikan dengan kedalaman refleksi dan kapabilitas eksekusi. Ia tak sekadar jenius, tetapi juga visioner budaya dan peradaban.
“Dalam sejarah Indonesia modern,” tutur Satrio Arismunandar, “jarang ditemukan figur yang menyatukan filsafat, politik, seni, statistik, dan spiritualitas dengan konsistensi, kejernihan, dan produktivitas seperti Denny JA.”