KPK Periksa Mantan Kepala BPPN Glenn Muhammad

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – KPK akan memeriksa mantan Kepala BPPN Glenn Muhammad Surya Yusuf dalam penyidikan tindak pidana korupsi pemberian SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (14/06/2017).

Selain memeriksa Glenn Muhammad Surya Yusuf, KPK dijadwalkan memeriksa seorang anggota tim bantuan hukum bernama Hadiah Herawatie sebagai saksi juga untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung.

KPK tengah mendalami proses penerbitan MSAA “Master of Settlement and Acquisition Agreement” (MSAA) terkait dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Sebelumnya pada Selasa (13/06/2017), KPK telah memeriksa Kepala BPPN 2000-2001 Edwin Gerungan sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung.

“Jadi kami fokus dan melakukan perkembangan penanganan kasus BLBI, ada mantan Kepala BPPN yang diperiksa hari ini yaitu saksi Edwin Gerungan, didalami proses penerbitan MSAA pada saat itu dan juga kewajiban dari obligor sampai pada informasi-informasi terkait dengan proses penerbitan SKL,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/06/2017).

Selain itu, KPK juga memeriksa Direktur Utama PT Datindo Entry Com Ester Agung Setiawati juga untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung.

Untuk saksi Ester, kata Febri, penyidik mendalami aset-aset diduga yang terkait dengan Sjamsul Nursalim, yaitu pada pencatatan saham di Badan Administrasi Efek Indonesia.

“Jadi penyidik sudah mulai masuk lebih jauh untuk menelusuri aset-aset yang diduga terkait dengan Sjamsul Nursalim yang salah satunya ada di Gajah Tunggal, kami melihat di aspek pencatatan saham di Badan Administrasi Efek Indonesia,” ucap Febri.

KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.

SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.

Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Oleh karena itu, hasil restrukturisasinya adalah Rp1,1 triliun dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan menjadi kerugian negara. (antara/kbn)