Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto

Terancam Bangkrut, Pelayaran Nasional Perlu Relaksasi Pinjaman

Loading

JAKARTA (Independensi.com) Dampak pandemi Covid-19 bukan hanya pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) saja, tetapi sudah merambah ke industri besar. Salah satunya adalah industri pelayaran nasional.

Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, sektor pelayaran nasional merupakan salah satu industri yang ikut terpukul akibat pandemi covid-19.

Agar industri strategis ini tidak ambruk, maka perlu dukungan pemerintah yaitu melalui relaksasi pinjaman akibat terdampak Covid-19. “Harus ada langkah cepat tepat dan tidak bisa ditunda-tunda lagi,” tegas Carmelita pada diskusi virtual Webinar Series PWI Jaya  di Jakarta, Jumat (12/6).

Diskusi virtual digelar Forum PWI Jaya dengan tema Mengatasi Persoalan Angkutan Logistik di Tengah Pandemi Covid-19 menghadirkan pembicara Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto, Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi, dan Ketua Umum DPP  Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI)/ Indonesian Logistics & Forwarders Association Yukki Nugrahawan Hanafi.

Acara diskusi virtual tersebut diikuti 100-an peserta aktif , serta 200-an peserta yang memantau lewat Live FB PWI Jaya, dimana peserta dari berbagai kalangan mulai pelaku usaha, operator, pengurus cabang DPP INSA dan DPP ALFI dari seluruh tanah air.

Carmelita lebih labjut mengungkapkan, pandemik Covid-19 di Indonesia nyaris melumpuhkan semua sektor industri tak terkecuali sektor angkutan laut. Dia memberi contoh, untuk penumpang sudah mengalami penurunan sebesar 50-70 persen, ditambah lagi dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan pembatasan pergerakan orang, jumlah arus penumpang bisa dikatakan turun 100 persen.

Adapun, biaya operasional kapal tetap berjalan, termasuk biaya investasi berupa pokok dan bunga pinjaman bank.
Yang terjadi saat ini pelabuhan tutup,  consumer spending turun, muatan nyaris tak ada, pendapatan turun drastis, piutang jatuh tempo, karena shipper kesulitan penjualan.

“Dampak pandemi Covid-19 saat ini dirasakan merata hampir pada seluruh sektor angkutan laut,” ungkap Carmelita yang juga salah satu Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Perhubungan tersebut.

Ketika relaksasi pinjaman tidak diberikan, lanjut Carmelita, kondisi negatif cashflow yang dialami saat ini dan dalam waktu dekat akan mengakibatkan perusahaan berhenti beroperasi dan dampak buruk. erikutnya adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Angkutan kontainer juga ikut terdampak. Sektor ini telah mengalami penurunan volume cargo karena dampak dari pembatasan operasional sektor industri di beberapa tempat serta tutupnya beberapa pelabuhan di Insonesia.

Di tengah situasi yang terjadi tersebut, lanjutnya, pelaku usaha angkutan kontainer mengalami kesulitan pembayaran tagihan dari pelanggan. Padahal, operasional perusahaan harus tetap dijaga agar berjalan dengan baik terutama yang terkait dengan faktor keselamatan.

“Beberapa sektor angkutan laut tersebut sudah merasakan himpitan yang besar seiring tekanan dari dampak Covid-19 yang melumpuhkan sebagian sektor ekonomi,” ujarnya.

Terkait antisipasi menghadap era New Normal, Carmelita juga mengatakan, akan ada penambahan biaya operasional bagi operator kapal. Selain itu, pelayaran nasional terus melakukan digitalisasi yang selaras dengan protokol kesehatan, meski demikian masih dibutuhkan dukung pemerintah terkait pengurusan administrasi operasional kapal dan penggantian kru.

Chairman Suply Chain Indonesia Setijadi menyoroti pentingnya integrasi sistem informasi rantai pasok produk atau komoditas, integrasi dengan rencana induk pengembangan konektivitas (infrastruktur) logistik nasional.

“Perlu peningkatan pemahaman terhadap produk atau komoditas dan rantai pasoknya,” katanya.

Peningkatan kemampuan pengelolaan produk atau komoditas (people, process, technology), kata dia, harus diikuti penguatan proses, fasilitas, dan pelaku konsolidasi produk atau komoditas dimaksud, antara lain efisiensi (pengurangan panjang) rantai pasok, standardisasi dan integrasi proses bisnis antar penyedia jasa logistik.

Yang tidak kalah penting, tegas Setijadi, dukungan kebijakan dan regulasi pusat dan daerah. Koordinasi antar kementerian atau lembaga maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus dikedepankan terkait adaptasi perubahan pola perdagangan dan teknologi.

Perlu juga pengembangan pusat konsolidasi produk atau komoditas berkaitan dengan ketersebaran produksi dan skala ekonominya. Hal ini dilakukan untuk pengembangan produk atau komoditas dan industri lokal atau daerah untuk penyeimbangan volume pengiriman antar wilayah.

“Perlu adaptasi perubahan pola bisnis dan perdagangan terkait perencanaan dan implementasi Sistem Manajemen Risiko,” papar Setijadi.

Sementara itu, Ketua Umum DPP ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi mengakui, data kondisi aktivitas ekonomi dan kegiatan Forwarding yang terdampak wabah Covid-19 secara Global mengalami titik terpuruk sejak Kwartal I tahun 2020.

Untuk diketahui, papar Yukki, kegiatan logistik sangat luas cakupannya dimana tidak hanya merupakan kegiatan perpindahan barang namun juga meliputi orang, uang, dan data sehingga kemudian dapat dikelompokkan secara sederhana berdasarkan bentuk dan skala terhadap komoditas yang dikelola dan bentuk transaksinya.

Oleh karena itu, Yukki berharap, untuk membantu sektor logistik perlu ada kebijakan yang selaras dari pemerintah pusat dan daerah untuk mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2020 dan surat Menteri Perhubungan No.PL.001 / 1 / 4 phb 2020 tertanggal 6 April 2020 kepada Menteri Dalam Negeri, untuk mendukung kelancaran arus barang dan kegiatan logistik selama periode Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di seluruh wilayah. (hpr)