LAM Riau Berikan Gelar Datuk Seri Ulama Setia Negara kepada Ustad Abdul Somad

Loading

PEKANBARU (IndependensI.com) – Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Al Azhar didampingi Ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu Riau Syahril Abu Bakar, secara resmi Selasa (20/2/2018) memberi gelar Datuk Seri Ulama Setia Negara kepada Ustad Abdul Somad (UAS). Pemberian gelar itu dilaksanakan di gedung Lembaga Adat Melayu Riau – Pekanbaru.

Menurut pantauan IndependensI.Com, hadir pada acara penabalan gelar tersebut antara lain Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi mewakili Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim yang berhalangan hadir, Ketua DPRD Riau Septina Primawati, Kapolda Riau Irjend Pol Nandang, Konsul Malaysia Hardi Hamdin.

Selain itu juga nampak sejumlah mantan pejabat yang juga menjadi pengurus LAM Riau. Diantaranya mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Syarwan Hamid, mantan Gubernur Riau Saleh Jasit, tiga mantan Wakil Gubernur Riau antara lain Mambang Mit, Wan Abubakar dan Rivai Rachman.

Selain itu ada juga Datok Seri Setia Amanah yang juga Calon Gubernur Riau (Cagubri) Arsyadjuliandi Rachman. Cagubri lain yaitu Syamsuar yang juga Bupati Siak non aktif, kemudian dua calon Wakil Gubernur Riau Hardianto dan Edy Natar Nasution, para undangan terdiri dari pejabat dan tokoh masyarakat memenuhi ruangan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau.

Ustad Abdul Somad

Menurut Al Azhar, baru pertama kali pemberian gelar diberikan kepada tokoh agama. Karena kehadiran UAS yang juga warga Riau, merupakan seorang ulama berpengaruh terutama bagi kalangan kaum muda. Gelar Datuk Seri Ulama Setia Negara yang diterima UAS artinya, sosok yang istiqomah menyampaikan agama islam dan setia kepada Negara. “Ini gelar tetap yang diberikan seumur hidupnya, tidak bisa diwariskan”, ujar Al Azhar.

Pada kesempatan itu, ada 11 orang melakukan tepung tawar, terdiri dari tokoh adat, diantaranya Tengku Kamarudin Harun dari Pelalawan, Tengku M Nizar dari Gunung Sahilan dan beberapa tokoh adat lainnya termasuk ulama Mustafa Umar LC MA. Hingga saat ini kata Al Azhar lagi, baru enam gelar kehormatan yang dikeluarkan pada yang memiliki prestasi bagi Melayu Riau. Diantaranya Duta besar Malaysia untuk Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono ke 9 diberikan ke 10, Syarwan Hamid, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Rida K Liamsi dan terahir UAS.

Usai penabalan tersebut, Ustad Abdul Somad (UAS) menyampaikan sambutan dalam bentuk syair. Bait demi bait syair disampaikan UAS dengan lantang, diantaranya mengisahkan tentang perjalanan hidupnya, namun ada juga bernada sindiran tentang kekayaan Riau yang diangkut pusat, namun rakyatnya belumlah sejahtera. Berikut kutipan bait syair yang disampaikan UAS:

Melihat Sungai Nil dan Piramida, bersua dengan Firaun dan Musa. Dari bumi Malaya akhirnya terdampar di Gurun Sahara, hampir sampai ke Barcelona. Setelah lama mengembara, kembali jua ke bumi tercinta, Tanah Siak Sri Indra Pura. Membawa gelar LC MA, banyak orang bertanya-tanya, apalah agaknya artinya? Lagi Cemas Mencari Anak dara.

Nasihat orang tua-tua, berlayarlah di pokok yang gagah perkasa. Barangnya jadi penyengga, akarnya tempat bersila. Bersilaturrahim ke rumah doktor Mustafa. Rumah putih di Jalan Gulama. Dia bawa daku sebelum senja. Ke TVRI membawa acara. Bila dia pergi ke Malaysia, dia duduk di singgasana, menjadi guru sekejap mata. Subuh tiba gelap gulita, mengunjungi mesjid di pagi buta, jamaah pun tak pula ada, banyak tiang dari manusia.

Berbekal sabar dan doa, Nasib baik datang menyapa. Khotbah bergetar dari mesjid raya. Banyak mata terpesona, caci hamun-pun ikut terta. Lovers and haters kata anak muda. Ada pula yang menuduh paksa, dengan fitnah anti Bhineka Tunggal Ika. Diusir dari Pulau Dewata, dideportasi dari Negeri China. Tapi hati tak rasa geram. Sebab itu belum ada apa-apanya, bila dibanding nabi besar kita, gigi patah dan terluka, namun tetap berbalas doa.

Sungguh tak layak masuk surga, busuk hati terus dipelihara. Orang Melayu cinta negara, 13 juta golden Belanda, diberikan untuk membela bangsa, Sultan Syarif Kasim orang mulia, dari Kerajaan Siak Sri Indra Pura. Berbaurlah ke Yogyakarta, jangan kau ajar kami tentang cinta negara, kalau bukan karena kami punya bahasa, kau pun tak dapat bertutur kata.

Dendam jangan masuk ke kepala. Masih banyak yang perlu dewasa. Anak Sakai meniti pipa, anak Akit senyum menyapa, Talang Mamak terus menganya, padahal minyak tiada terkira, tapi apa mau dikata, terlampau banyak diangkut ke Jakarta.

Awan berarak mengikuti senja, budak menuju surau mushala, quran di tangan dan alif, ba, ta, tak lupa rotan dibelah dua. Tapi kini semua dah sirna, semua sudah berganti rupa, budak asyik bermain SEGA, playstation dan warnet beraneka. Batman hingga Mahabarata, sampai Spidermen sarang laba-laba. Kalaulah tak ada usaha, budak Melayu kan hancur binasa.

Melayu hanya tinggal nama, rusak karena AIDS dan narkoba. Menjemput murka dan bencana, wajah menjadi bermuram durja. Selepas masuk Belanda, banyak orang tak boleh tulis baca, huruf arab berbilang serta, Melayu Riau boleh berbangga, huruf arab merata-rata, dari mesjid hingga kantor walikota. Tapi bila tiba saatnya, huruf arab hanya mantra. (Maurit Simanungkalit)