Arya Sandhiyudha, Pengamat Politik dan Intelijen Internasional

Penguatan Intelijen Kontra Teror Tetap dengan Ciri Khas Indonesia

Loading

BALI (IndependensI.com) – Masyarakat tidak perlu khawatir dengan akan diterbitkannya Undang-Undang Anti Terorisme sebab dipastikan sangat berbeda penerapannya dengan Internal Security Act (ISA) seperti di Malaysia. Pemerintah dan Badan Legislatif DPR sudah sepakat dengan hal tersebut.

“Penguatan kewenangan intelijen dalam penanggulangan terorisme di Indonesia tidak akan membuatnya sama dengan ISA di Singapura dan Malaysia. Sebab, Indonesia akan tetap menggunakan pendekatan terfokus pada pendekatan hukum dan pasti ada unsur penggunaan senjata secara terbatas, pembuktian di pengadilan secara terbuka, namun peringkusan di awal dapat mencegah jatuhnya korban jiwa dari sipil dan meluasnya keresahan.” kata Arya Sandhiyudha, Pengamat Politik dan Intelijen Internasional di sela-sela Diskusi ‘Bersatu Melawan Terorisme’ yang digelar Forum Bela Negara (FBN) Bali di Mal Park23, Kuta, Rabu (23/5/2018).

Menurutnya, Tiap negara menyikapi terorisme berbeda. Di Asia Tenggara ada perbedaan. Thailand dan Filipina menggunakan pendekatan yang lebih terfokus militer. Singapura dan Malaysia menggunakan pendekatan yang lebih terfokus intelijen. Sementara, Indonesia menggunakan pendekatan yang lebih terfokus pendekatan hukum berbasis pertimbangan Indonesia sebagai negara hukum sekaligus demokrasi, maka sistem peradilan pidana dijadikan dasar penanggulangan terorisme.

“Dengan situasi aksi terorisme terbaru, maka legislasi UU perlu mempertimbangkan penguatan intelijen dan perbantuan militer dengan tetap kondisi tertentu, misal perlu diatur dalam UU, bagaimana untuk terorisme dengan menggunakan senjata pemusnah massal atau subjek sasaran adalah objek vital nasional.”

Kini, lanjut Arya, mayoritas perang terjadi karena perebutan sumber daya. Jarang sekali ada yang disebabkan agama. Dulu tren perang itu antar negara. Sekarang, apalagi di Asia Tenggara, perang negara versus negara dalam bentuk regular dan konvensional nyaris tidak ada. Kini era nya perang non konvensional dan non regular yaitu perang negara versus aktor non negara, karena itu kita musti punya strategi cerdas (smart power). (hidayat)